Rabu, 07 Mei 2014

CERITA SEX SALON PLUS

Pada hari Sabtu yang telah kami sepakati dengan teman dia, dan kami janjian ketemu di salon itu jam 13:00. Aku pun meluncur ke salon itu untuk potong rambut, sejenak aku melirik jam tangan, terlihat jam satu kurang beberapa menit saja dan kuputuskan untuk masuk. Seperti halnya salon-salon biasa, suasana salon ini normal tidak ada yang luar biasa dari tata ruangnya serta kegiatannya.
Pada pertama kali aku masuk, aku langsung menuju ke tempat meja reception dan di sana aku mengatakan niat untuk potong rambut. Dikatakan oleh wanita cantik yang duduk di balik meja reception agar aku menunggu sebentar sebab sedang sibuk semua. Sambil menunggu, aku mencoba untuk melihat-lihat sekitar siapa tahu ada temanku, tapi tidak terlihat ada temanku di antara semua orang tersebut. Mungkin dia belum datang, pikirku.
Kuakui bahwa hampir semua wanita yang bekerja di salon ini cantik-cantik dan putih dengan postur tubuh yang proporsional dan aduhai. Kalau boleh memperkirakan umur mereka, mereka berumur sekitar 20-30 tahun. Aku jadi teringat dengan omongan temanku, Hanni, bahwa mereka bisa diajak kencan. Namun aku sendiri masih ragu sebab salon ini benar-benar seperti salon pada umumnya.
Setelah beberapa menit menunggu, aku ditegur oleh reception bahwa aku sudah dapat potong rambut sambil menunjuk ke salah satu tempat yang kosong. Aku pun menuju ke arah yang ditentukan. Beberapa detik kemudian seorang wanita muda nan cantik menugur sambil memegang rambutku.
“Mas, rambutnya mau dimodel apa?” katanya sambil melihatku lewat cermin dan tetap memegang rambutku yang sudah agak panjang.
“Mmm… dirapi’in aja Mbak!” kataku pendek.
Lalu seperti halnya di tempat cukur rambut pada umumnya, aku pun diberi penutup pada seluruh tubuhku untuk menghindari potongan-potongan rambut. Beberapa menit pertama begitu kaku dan dingin. Aku yang diam saja dan dia sibuk mulai motong rambutku. Sangat tidak enak rasanya dan aku mencoba untuk mencairkan suasana.
“Mbak… udah lama kerja di sini?” tanyaku.
“Kira-kira sudah enam bulan, Mas… ngomong-ngomong situ baru sekali ya potong di sini?” sambungnya sambil tetap memotong rambut.
“Iya… kemarenan saya lewat jalan ini, terus kok ada salon, ya udah dech, saya potong di sini. Ini juga janjian sama temen, tapi mana ya kok belum datang?” jawabku sedikit berbohong.
“Ooo..” jawabnya singkat dan berkesan cuek.
“Hei…” terdengar suara temanku sambil menepuk pundak.
“Eh… elo baru dateng?” tanyaku.
“Iya nih… tadi di bawah jembatan macet, mmm… gue potong dulu yach..” jawabnya sambil berlalu.
Ngobrol punya ngobrol, akhirnya kami dekat, dan belakangan aku tahu Stella namanya, 22 tahun, dia kost di daerah situ juga, dia orang Manado, dia enam bersaudara dan dia anak ketiga. Kami pun sepakat untuk janjian ketemu di luar pada hari Senin. Untuk pembaca ketahui setiap hari Senin, salon ini tutup. Setelah aku selesai, sambil memberikan tips sekedarnya, aku menanyakan apakah ia mau aku ajak makan. Dia menyanggupi dan ia menulis pada selembar secarik kertas kecil nomor teleponnya. Sambil menunggu Hanni, aku ngobrol dengan Stella, aku sempat diperkenalkan oleh beberapa temannya yang bernama Susi, Icha dan Yana. Ketiganya cantik-cantik tapi Stella tidak kalah cantik dengan mereka baik itu parasnya juga tubuhnya. Susi, ia berambut agak panjang dan pada beberapa bagian rambutnya dicat kuning. Icha, ia agak pendek, tatapannya agak misterius, dadanya sebesar Stella namun karena postur tubuhnya yang agak pendek sehingga payudaranya membuat ngiler semua mata laki-laki untuk menikmatinya. Sedangkan Yana, ia tampak sangat merawat tubuhnya, ia begitu mempesona, lingkar pinggangnya yang sangat ideal dengan tinggi badannya, pantatnya dan dadanya-pun sangat proporsional.
Akhirnya kami ketemu pada hari Senin dan di tempat yang sudah disepakati. Setelah makan siang, kami nonton bioskop, filmnya Jennifer Lopez, The Cell. Wah, cakep sekali ini orang, batinku mengagumi kecantikan Stella yang waktu itu mengenakan kaos ketat berwarna biru muda ditambah dengan rompi yang dikancingkan dan dipadu dengan celana jeans ketat serta sandal yang tebal. Kami serius mengikuti alur cerita film itu, hingga akhirnya semua penonton dikagetkan oleh suatu adegan. Stella tampak kaget, terlihat dari bergetarnya tubuh dia. Entah ada setan apa, secara reflek aku memegang tangan kanannya. Lama sekali aku memegang tangannya dengan sesekali meremasnya dan ia diam saja.
Singkat cerita, aku mengantarkan dia pulang ke kostnya, di tengah jalan Stella memohon kepadaku untuk tidak langsung pulang tapi putar-putar dulu. Kukabulkan permintaannya karena aku sendiri sedang bebas, dan kuputuskan untuk naik tol dan putar-putar kota Jakarta. Sambil menikmati musik, kami saling berdiam diri, hingga akhirnya Stella mengatakan,
“Mmm… Will, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, memang semua ini terlalu cepat, Will… aku suka sama kamu…” katanya pelan tapi pasti.
Seperti disambar petir mendengar kata-katanya, dan secara reflek aku menengok ke kiri melihat dia, tampaknya dia serius dengan apa yang barusan ia katakan. Dia menatap tajam.
“Apa kamu sudah yakin dengan omonganmu yang barusan, Tel?” tanyaku sambil kembali konsentrasi ke jalan.
“Aku nggak tau kenapa bahwa aku merasa kamu nggak kayak laki-laki yang pernah aku kenal, kamu baik, dan kayaknya perhatian and care. Aku nggak mau kalo setelah aku pulang ini, kita nggak bisa ketemu lagi, Will. Aku nggak mau kehilangan kamu,” jawabnya panjang lebar.
“Mmm… kalo aku boleh jujur sich, aku juga suka sama kamu, Tel… tapi kamu mau khan kalo kita nggak pacaran dulu?” tegasku.
“Ok, kalo itu mau kamu, mmm… boleh nggak aku ’sun’ kamu, bukti bahwa aku nggak main-main sama omonganku yang barusan?” tanyanya.
Wah rasanya seperti mau mati, jantungku mau copot, nafas jadi sesak. Edan ini anak, seperti benar-benar! Sekali lagi, aku menengok ke kiri melihat wajahnya yang bulat dengan bola mata yang berwarna coklat, dia menatapku tajam dan serius sekali.
“Sekarang?” tanyaku sambil menatap matanya, dan dia menganguk pelan.
“OK, kamu boleh ’sun’ aku,” jawabku sambil kembali ke jalanan.
Beberapa detik kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil posisi untuk memberi sebuah “sun” di pipi kiriku. Diberilah sebuah ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali ia mencium dan ditempelkannya payudaranya di lengan kiriku. Ooh, empuk sekali, mantap!Payudaranya yang cukup menantang itu sedang menekan lengan kiriku. Edan, enak sekali, aku jadi terangsang nih. Secara otomatis batang kemaluanku pun mengeras. Dengan pelan sekali, Stella berbisik, “Will, aku suka sama kamu,” dan ia kembali mencium pipiku dan tetap menekan payudaranya pada lengan kiriku. Konsentrasiku buyar, sepertinya aku benar-benar sudah terangsang dengan perlakuan Stella, dan beberapa kendaraan yang melaluiku melihat ke arahku menembus kaca filmku yang hanya 50%. “Kamu terangsang ya, Will?” tanyanya pelan dan agak lirih. Aku tidak menjawab. Tangan kirinya mulai mengelus-elus badanku dan mengarah ke bawah. Aku sudah benar-benar terangsang. Sekali lagi Stella berbisik, “Will, aku tau kamu terangsang, boleh nggak aku lihat punyamu? punya kamu besar yach!” aku mengangguk. Dibukalah celana panjangku dengan tangan kirinya, seperti ia agak kesulitan pada saat ingin membuka ikat pinggangku sebab dia hanya menggunakan satu tangan. Aku bantu dia membuka ikat pinggang setelah itu aku kembali memegang setir mobil.
Dielus-elus batang kemaluanku yang sudah keras
Read more ...

CERITA SEX CEWEK TETANGGA

Namaku adalah Arif (samaran) adalah siswa salah satu SMA negeri ternama di kotaku di provinsi. Aku sudah lama naksir sama cewek SMA tetangga, yah sebut saja Ira (samaran men, untuk menjaga nama baik). Anaknya cantik, banyak yang naksir sama dia, cukup populer juga disekolahnya. Sebenarnya, aku belum berani ngungkapin perasaanku ke Ira, boro-boro nembak, mau sms aja aku sudah gemetaran. Hahaha…maklum bro, aku ada masa lalu yang pahit, jadi trauma mau ndeketin cewek.
Lalu, aku punya sahabat namanya Rangga dan Tama, merekalah yang selalu menjadi tempatku berkeluh kesah kalau menyangkut masalah Ira.
Suatu hari, saat disekolah sedang tidak ada pelajaran, aku keluar kelas, mendengarkan lagu menggunakan headset sambil melamun tentang Ira. Aku begitu terbawa dengan lamunanku sehingga tanpa sadar, Rangga dan Tama sudah berdiri di sebelahku.
”Woy, kamu lagi ngapain heh! Kesambet ntar loh!”, Rangga memukul punggungku menggunakan buku ekonomi yang tebalnya 200 halaman. Sontak aku loncat berdiri.
”Heh setan, kamu pengen aku mati jantungan?!” semprotku.
”Apa lah Rif? Mesti lagi mikirin komandan yah? Hahahahaha” Tama ngikut percakapan kami. Aku dan Tama biasa menyebut Ira dengan call-sign “komandan”.
“Alaaaa….Ira mulu dipikirin. Kafe Blabag yuk! Laper neh coy!”, Rangga menyahut.
”Gak! Ogah! Gak ada duit!”, jawabku sinis.
”Hah? Tam, rika percaya?” ,tanya Rangga ke Tama dengan logat Jawa-nya yang kental.
”Ora..ora..bocah kaya iki koh.” ,jawab Tama dengan aksen yang tak kalah kental
Rangga dan Tama adalah anak pindahan dari daerah apa lah namanya. Mereka sering bicara dengan bahasa ibu mereka.
”Laaah…pada ngomong apa sih? Gunakanlah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar! Aku ga paham nih!” ,potongku dengan ekspresi datar.
”Hahahahaha…makanya kalo guru ngajar bahasa Jawa dengerin dong!”,tawa Rangga sinis.
”Udah lah, ikut aja yuk! Cepetan…ntar kita traktir deh! Mumpung pak Junaedi gak ngajar! Bentar lagi juga bel pulang kan?”, kata Tama sambil menarik tanganku.
Sebenarnya aku malas, tapi daripada didepan kelas kaya orang ****, lebih baik ikut mereka, maka aku masuk ke kelas dan keluar sambil membawakan tas Rangga dan Tama dan juga tasku sendiri. Kafe Blabag terletak di persimpangan dekat sekolahku, Cuma butuh 5 menit jalan kaki. Aku menggendong ranselku dengan malas. Memang, hari ini perasaanku tidak enak.
Setelah berjalan beberapa menit, tampaklah kafe Blabag dengan motor-motor pengunjung yang berderet rapi. Aku melihat ada satu motor yang sangat kukenal, darahku berdesir. Sekilas kulirik Tama dan Rangga, mereka seperti menahan senyum. Perasaanku semakin tidak enak. Kami pun masuk kafe, kulihat di bagian pojok kafe, ada beberapa cowok dan cewek. Semuanya masih memakai seragam SMA. Tidak ada seorangpun yang kukenal.
”Yo!”, sapa Rangga kepada salah satu temannya.
”Yo! Kabur Ngga? Hahahahaha ”,sahut temannya. Kalau nggak salah, namanya Setyo, anaknya tinggi besar, khas preman terminal.
”Hei Luna. Udah lama nunggu?”,tanya Tama kepada salah satu cewek yang (setahuku) ditaksir berat sama Tama. Kemudian mereka ngobrol berdua.
Sejenak kemudian mereka semua sudah ramai ngobrol ngalor ngidul gak karuan. Aku cuma duduk manis mendengarkan dan sesekali tertawa kalau ada hal-hal lucu (gak ada yang kenal coy!). Aku melamun, prasaanku masih tidak enak sewaktu lihat motor yang diparkir didepan tadi. Aku yang tidak tahu apa-apa dengan polosnya memasang headset, menunduk dan sibuk memilah-milah lagu dari HP ku. Setelah kutemukan lagu yang pas, aku menyetelnya dan telingaku dipenuhi alunan musik favoritku, aku tersenyum dan menengadahkan kepala.
Aku tercekat. Seakan-akan ada seorang kuli bangunan veteran yang mencekikku. Di hadapanku Ira berdiri, kedua tangannya dimasukan saku jaket. Dia menatapku sambil tersenyum, manis sekali. Aku semakin megap-megap.
“Headsetan aja! Ntar budek loh!”,kata Ira sambil menyambar headsetku.
”Laporan dulu gih sama komandanmu!”,Tama menyikut lenganku.
Entah kenapa, mungkin karena terkesima dan kaget, aku hanya mampu berbicara dengan tidak jelas, “Haah? Koman….dan? Haaaaahh?”,ucapku tak jelas.
Semuanya tertawa keras sekali, Rangga tertawa sampai mengeluarkan air mata, dan Setyo memukul-mukul meja sambil tertawa. Entah seperti hewan apa mukaku saat itu, setolol apa, aku tidak tau, tapi yang jelas aku malu sekali. Aku tidak menyangka kalau Ira adalah salah satu dari kelompok kami ini.
Kemudian aku ikut aktif ngobrol bareng, ternyata mereka semua anak-anak yg baik & supel, ramah pula. Segera saja aku mendapatkan tempat dalam kelompok ini.
Sejak saat itu, kami sering main bersama dan aku mulai hafal anggota geng kami satu persatu. Aku jadi dekat dengan mereka, dan karena mereka juga, aku jadi bisa mendekati Ira lebih jauh.
———————————————————————————-
Kami semua semakin akrab. Waktu itu kebetulan kami main bersama-sama.
Kami memutuskan untuk berjalan-jalan di mall. Anak-anak cewek yaitu Angel, Ira, Luna dan Dian berencana melihat-lihat pakaian sementara aku, Tama, Setyo, dan Rangga akan melihat pameran gadget yang diadakan di lantai 5 mall tersebut. Kami berangkat menggunakan mobil Rangga yang cukup besar.
Seperti kebanyakan cewek-cewek kota, Angel, Luna dan Dian mengenakan kaos dan hotpants, namun Ira mengenakan kaos dan celana jeans panjang. Memang Ira memakai kaos yang cukup tertutup namun ketat dan dibagian dadanya agak longgar sehingga memperlihatkan bentuk tubuhnya yang seksi dan belahan dadanya yang menantang.
Aku duduk disebelah Rangga yang menyetir, sementara Angel, Luna, Dian dan Ira duduk berdesakan di bangku tengah dan Setyo serta Tama duduk dibangku paling belakang.
Di mobil, anak-anak cewek sibuk berkicau
”Eh Ira, kamu seksi banget deh…” celoteh Angel
”Iyaa…kesannya gimana gitu…hahahaha” kata Dian dilanjutkan dengan tawa cewek-cewek lain.
Ira kelihatan salah tingkah dan berusaha menutupi bagian dadanya yang agak terbuka.
”Ah masa sih…kaosku lagi di cuci semua…aku nggak tau kalo kaos ini kekecilan”
Kemudian mereka meributkan masalah lain, seputar kosmetik, trend fashion dan banyak hal tetek bengek lain yang tidak penting bagi para cowok. Tama dan Setyo sedang sibuk membicarakan salah satu handphone di majalah gadget yang dibawa Rangga. Aku pura-pura memainkan handphone, walaupun aku sesekali melirik belahan dada Ira yang duduk di bangku tengah namun berseberangan dengan aku. Aku menelan ludah.
Ketika hampir sampai di mall, tiba-tiba hujan deras turun.
”Waaah…ujan nih, mana tempat parkiran basement penuh lagi. Guys, cari tempat lain yuk…” ujar Rangga
”Wuuuu….nggak mau! Kan disana ada pinjaman payung!” jawab anak-anak cewek kompak
”Oke…oke…whatever…hehehe” Rangga tertawa ringan dan mengarahkan mobilnya masuk ke parkiran mobil yang ada di tempat terbuka.
Setelah mobil kami diparkir, kami turun dan berlari ke sebuah kanopi. Kebetulan saat itu ada 3 tukang parkir yang akan kembali ke pintu masuk mall, mereka membawa 4 payung. Maka semuanya meminjam payung dari ketiga tukang parkir tersebut. Aku dan Ira tertinggal dibelakang. Aku melihat mereka semua menembus hujan menggunakan payung sementara aku dan Ira hanya menatap mereka.
Sudah 5 menit berlalu, namun belum ada orang yang menjemput kami.
”Lari aja yuk? Nggak sampai 100 meter inih” ucapku kepada Ira
Ira hanya mengangguk. Kami berlari menembus hujan yang ternyata cukup lebat itu.
Ketika kami sampai di pintu masuk mall, kami sudah basah kuyup, tetapi aku tidak terlalu basah karena jaketku yang water-proof.
”Waduh…maaf ya…tadi tukang parkirnya malah pergi nggak tau kemana” kata Rangga
”Iya. Kita mau minjemin payung buat kalian malah mereka pergi. Mana payungnya dibawa semua lagi” Angel menggerutu
Aku mengangguk. Kulirik Ira, ia kedinginan, tubuhnya basah kuyup. Gilanya lagi, karena kaosnya basah, maka setiap lekuk tubuhnya yang indah tercetak jelas dan belahan dadanya kini lebih terekspos. Aku menelan ludah melihatnya.
Kami melangkah masuk ke mall. Kuperhatikan, setiap pasang mata disana memperhatikan belahan dada Ira yang terlihat sangat mengesankan. Teman-teman yang lain tidak tahu karena mereka berjalan di depan.
Ira mati-matian berusaha menutupi dadanya, ia terlihat malu sekali dan tidak berani menatap orang-orang di sekeliling kami, lebih parahnya lagi, ia menggigil. Aku kasihan melihatnya, maka aku segera berlari ke counter minuman terdekat dan membeli segelas teh hangat kemudian kembali kesampingnya.
”Nih…” aku menyodorkan teh itu padanya
“Makasih Rif” jawabnya pendek. Ira langsung meminum teh hangat tersebut, namun agak canggung karena ia juga harus menutupi tubuhnya yang menjadi tontonan setiap orang di mall itu. Ketika ia mengangkat lengan untuk meminum dari gelas tadi, lekuk buah dadanya sangat jelas terlihat. Aku melotot melihatnya dan tiba-tiba ‘adik’ ku menjadi tegang, namun cepat-cepat kusingkirkan pikiran kotor itu.
Aku merasa iba, maka kulepas jaketku dan kupakaikan kepadanya lalu kurangkul tubuhnya. Terdengar seruan kecewa dari berbagai penjuru ketika tubuh Ira yang eksotis itu tertutupi jaketku. Aku menatap tajam kepada sekelompok cowok yang dari tadi tertawa-tawa sambil menunjuk Ira, ketika mereka sadar bahwa aku sedang memelototi mereka, mereka segera bubar.
Ira kaget melihat perlakuanku namun tidak menolak. Ia menatapku, tatapan yang tidak akan pernah kulupakan. Tatapannya menghujam begitu dalam, aku goyah.
Aku tidak kuasa menatap matanya lebih lama, maka aku melepaskan pelukanku dari bahunya dan memperlambat langkahku sehingga kini aku berada paling belakang. Aku malu, canggung dan merasa tidak enak dengan perlakuanku.
Awalnya aku merasa bahwa Ira akan marah besar kepadaku. Tetapi ternyata tidak, ia tetap bercanda denganku seperti biasa, namun kadang-kadang kupergoki dia sedang melirik ke arahku. Deg-degan juga, apa ini berarti ia ada perasaan kepadaku?
Suatu ketika, di kotaku ada acara besar…perayaan apa gitu, aku tidak ingat. Teman-teman satu geng ku mengajakku nonton pawai yang diadakan di alun-alun kota. Tetapi aku menolak, berhubung hari ini aku ingin cepat pulang. Kebetulan rumahku jauh dari alun-alun dan pusat kota. Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya papasan dengan beberapa orang, itu saja mereka sedang menuju ke alun-alun. Selebihnya, kota ini seperti kota mati. Aku sangat heran, sebegitu meriahnya kah perayaan itu? Aku mengendarai motorku dengan santai, ketika sampai di perempatan, kulirik lampu lalu lintas; “Hijau, tancep cuy!”, pikirku. Di tengah-tengah persimpangan tiba-tiba ada sebuah motor (Tiger kalo nggak salah) melaju ke arahku dengan kecepatan tinggi, kelihatannya pengemudinya mabuk, tanpa helm, matanya merah dan mukanya kusut, aku menginjak rem, tapi sepertinya dia sengaja membelokkan motornya mengikuti gerakan motorku. Aku tercengang. Jarak kami tinggal 1 meter.
“Anjrit! Salahku apa sih?!”,umpatku dalam hati.
BRUAAKK!!! Sempat kulihat aspal yang menjauhi pandanganku dan…..PET! Semuanya gelap.
———————————————————————————
Hal pertama yang kurasakan adalah nyeri dan dingin di lengan kanan.
”Ah…aku dimana? Perasaan tadi aku tabrakan deh…apa aku udah mati?”,tanya ku dalam hati.
Kuberanikan diri membuka mata. Aku sedang berbaring di sofa. Langit-langit yang putih, aroma parfum yang manis, samar-samar kuingat bau parfum ini. Aku menoleh ke kanan dan kiri, kulihat teman-temanku duduk didekatku satu persatu, Ade, Feby dan….Ira!! Nafasku tertahan.
”Masih idup Rif? Hahahaha…”,canda Feby kepadaku
”Mujur banget loh kamu, Cuma memar di lengan doang! Motormu jadi rongsokan tuh dihalaman. Ga ada orang yang nolongin, pas ketemu Ira. Tapi…masa cowok pingsan sih?”,Ade menimpali sambil tertawa.
”Aduh! Loh kok pada disini?”,tanyaku sambil meringis menyentuh lengan kananku.
”Tadi aku dijalan pulang liat kamu lagi tidur di jalan, motormu ancur noh…jadi aku SMS Ade sama Feby, soalnya yang lain pada kejebak macet…alun-alun macet total, pas banget si Feby sama Ade belom berangkat, jadi mereka kusuruh kesini nolongin kamu”,jelas Ira panjang lebar sambil mengompres memar di lengan kananku.
Oooh….jadi ini sensasi dingin yang tadi kurasakan? Darahku berdesir…
”An angel speak to me…”,gumamku lirih.
”Hah? Apa Rif? Kamu ngomong apa? Pasti ngomong yang nggak-nggak nih! Dia ngomongin kamu loh Ra!”,cerocos Ade dengan cepat sambil nyengir.
”Apa? Apa iya? Kamu ngomong apa hah barusan?”,tanya Ira kepadaku.
”Ah nggak kok…nggak papa…gausah dipikir…hahahahaha”,jawabku.
Feby melirik jam tangannya, kemudian berkata, “Eh..eh…aku sama Ade pergi dulu yah? Uda di tungguin gebetan neh..hehehe…malem minggu cuy…hahaha”.
”Ehem…tau lah…tau…yang masih jomblo….”,sahut Ira sambil tertawa
”Cus yah men! Rif, nyetir yang bener dong! Hahahaha…yuk Ra, duluan yah!”,ujar Ade sambil mengambil helmnya.
”Okeh men? Duluan ya!!”,kata Feby sambil tersenyum. Entah kenapa aku merasa ada maksud lain dari senyuman Feby.
Ira mengantar Feby dan Ade keluar. Kulihat HP Ira tergeletak di atas meja, aku tidak mengerti kenapa, tapi aku langsung mengambil HP itu dan membuka inbox nya. Aku kaget…ternyata sangat banyak SMS yang isinya mengajak kenalan Ira, bahkan ketika aku sedang membaca SMS itu, masih ada saja SMS yang masuk. Lalu kulihat sent messages nya…aku tidak percaya dengan apa yang kulihat…Ira hanya membalas SMS ku dan teman-teman se geng ku…dan yang paling banyak adalah balasan SMS untukku. Memang sejak kejadian di kafe, aku dan Ira jadi sering SMS-an.
”Wawawawawawa……!!”,teriakku dalam hati karena senang.
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan Ira masuk.
”Eh, Rif, kamu udah makan apa bel………”,ucapan Ira tiba-tiba terpotong begitu melihatku tengah asyik memainkan HP nya.
DEG!
Aku kaget setengah mati.
”Aduuhh…..****! ****!! Ntar bisa-bisa dia marah nih! Duuh..gimana yah?”,batinku panik.
”Udah makan belum kamu? Aku mau bikin mie, kamu mau nggak?”,ucap Ira seraya merebut HP nya dari tanganku lalu duduk di lantai di sebelahku. Kulihat dia mencoba menahan emosinya.
”Eh…euh….udah…aku udah makan kok…..hehehe”,jawabku salah tingkah.
Keheningan yang tidak enak menyelimuti kami. Aku dan Ira sama-sama panik dan salah tingkah. Akhirnya kuputuskan untuk membuka percakapan.
”Eh…aku sekarang dimana nih? Dari tadi aku mau tanya lupa-lupa terus”,tanyaku sekenanya
”Ini rumahku…kamu kecelakaan dekat sini. Karena ga ada orang lain, jalan juga bener-bener sepi, makanya kamu kubawa kerumah aja.”,Ira tersenyum canggung.
”Serius nih? Aku di rumahmu? Aku ga enak woi sama keluargamu, aku kan cowok!”,ujarku dengan cepat.
”Gak apa-apa kok…semua lagi di toko, jadi ga ada orang disini”,jawabnya lirih.
“Jadi…kita…cu..cuma..ber…berdu a di sini?”,tanyaku terbata-bata.
Ira hanya mengangguk pelan, dia menunduk kemudian menatap HP nya. Sekilas kulihat rona merah di wajahnya. Aku mencoba duduk dan tidak mempedulikan lenganku yang memar.
”Eh, jangan duduk dulu!”,cegahnya sambil memegangi tanganku.
Aku kaget, otomatis aku tatap matanya. Kami berdua bertatap-tatapan lama. Matanya yang teduh menunjukkan kedewasaan dan kasih sayang. Aku benar-benar speechless.
Memar di lenganku benar-benar tidak terasa. Beberapa detik kemudian Ira yang sadar duluan, dia tersipu.
”Oh iya. Aku bikin mie dulu ya…”,katanya mengalihkan keadaan.
Aku hanya diam…
Ketika dia berdiri, kutarik tangannya dengan cepat hingga wajah kami saling berdekatan.
Tubuhnya lebih tinggi sedikit dariku, mungkin sekitar 170 cm, kulitnya putih, langsing, dan buah dadanya tidak besar-besar amat namun menantang dan kelihatan sangat merangsang. Proporsional, lah. Rambutnya yang panjang lurus sebahu hitam dan terawat.
Ira menatap mataku dalam-dalam…sejenak aku ragu…”Haruskah?”,pikirku.
Kudekatkan bibirku, sepertinya Ira tidak merespon, maka aku melanjutkannya.
Kukecup bibirnya dengan penuh kasih sayang…dengan sepenuh hati. Tidak ada protes darinya, bahkan Ira malah memejamkan mata.
Kutarik dia dengan lembut dan kududukkan di sebelahku. Aku masih mencium bibirnya.
Sensasi yang kurasakan luar biasa, bibirnya hangat dan lembut. Kami berciuman kira-kira 3 menit. Dalam jangka waktu segitu, siapa sih yang gak terbakar nafsunya? Hehe…
Kulingkarkan tanganku di pinggangnya. Ira sudah membuka matanya dan matanya menerawang ke langit-langit. Aku tidak tau apa yang dia pikirkan. Kusibak rambutnya, kemudian kulihat lehernya yang jenjang dan bersih, serta tercium wangi parfumnya.
Kucium leher kirinya.
”Mmmmmhh….”,Ira agak mendesah, dia meremas kedua tanganku.
Kubalikkan badannya, sekarang dia duduk membelakangiku. Kemudian kembali ku cium lehernya. Nafasku membuatnya geli.
”Uuuuuh…”,desahnya mulai tak terkendali
Tanganku membuka kancing seragamnya satu persatu. Ira memegangi tanganku, tetapi tidak melakukan perlawanan. Yaa otomatis kupikir ini lampu hijau. Heehehehe…
Setelah setengah seragamnya terbuka, kulihat bra nya yang berwarna krem, yang langsung kuturunkan. Kini dapat kulihat payudaranya, yang ternyata cukup besar dengan puting berwarna pink. Kulitnya luar biasa mulus.
”Ehm….ehm…!!”,Ira berdehem menyindir perlakuanku.
”Apaaaa? Kenapaaa??”,jawabku sambil nyengir.
Kuraba kedua payudaranya dengan tiba-tiba. Tubuhnya mengejang sekali, kaget kali yaa?
Langsung saja kuremas kedua payudaranya dengan lembut dan kupagut bibirnya.
”Nnnggggghh……mmmhh…!”,desahnya diantara ciuman kami.
Kupilin kedua putingnya. Kumainkan jari-jariku di kedua payudaranya.
”Nngg….aaaaahh….aaaahh…!”,Ira melepaskan bibirku dan lebih berkonsentrasi mendesah.
Aku tidak keberatan, biar dia merasakan rasanya jadi cewek.
Punggungku mulai kesemutan, maka kurebahkan Ira di sofa, namun dia menolak.
”Jangan….jangan…aku nggak mau…!”,ujarnya dengan nafas yang mulai memburu.
Aku memandangnya dengan bingung. Ira mengelus pipiku, matanya sayu khas cewek terangsang.
”Maksudku….jangan…disini…pinda h ke kamarku aja yuk”,katanya sambil tersenyum.
Waduh….bisa berabeh ni kalo di kamar, ntar kebablasan bisa repot! Tapi, instingku mengabaikan logika. Hehehehe….segera saja kuangkat tubuhnya dan kugendong, kalau sudah seperti ini, tangan patah pun tetap akan kugendong, hehehehe.
”Yang mana nih?”, aku tersenyum
”Itu”, jawabnya singkat sambil menunjuk sebuah pintu.
Tanpa buang waktu, kubuka pintu kamarnya, kubaringkan Ira di kasur dan cepat-cepat kututup pintu dari dalam. Langsung saja kulanjutkan permainan yang tadi sempat berhenti. Aku berbaring di sebelah kanannya dan mulai menciumi lehernya.
”Uuuh….uuuhh….”, Ira mendesah sambil mengrenyitkan alisnya.
Tanganku perlahan-lahan masuk ke dalam roknya. Kususuri dari perut dengan penuh penghayatan. Ketika akhirnya tanganku meraba celana dalamnya, aku menahan nafas.
Kuselipkan tanganku masuk celana dalamnya. Ternyata Ira sudah mencukur habis rambut kemaluannya. Segera saja ku gesek-gesekkan jari tengahku ke vaginanya.
”Hmmmff…..uuuaaaaaaahh…..aaaah h…aaaahh…!”,naf asnya tersengal-sengal dan desahannya berirama sesuai dengan gesekan jariku.
Ira mencengkeram tanganku dengan kuat, hingga buku-buku jarinya memutih.
Ekspresinya begitu merangsang, penisku yang sedari tadi sudah tegang menjadi sangat tegang sampai-sampai celana dalamku terasa bagai belenggu, menyiksa ‘adik’ku.
”Gimana rasanya Ra? Enak?”,tanyaku
”Aaaahh…..e…uuuhhh…enaaakk….en aaaakk…..aaaahh…!!”, jawabnya setengah menjerit.
Melihatnya sangat mudah terangsang, aku berinisiatif mengulum putingnya. Kuremas buah dadanya dan kujilat-jilat.
”Ngggghh…..aaaaahh….aaaahh….ii yaaa….eee…eeenaaakk… .tee..teruusss..”
Ira mulai meracau, sepertinya dia sudah amat terangsang.
Kumainkan lidahku di putingnya dengan liar. Ira semakin kelojotan.
”Aaahh…aaa..ada yang…aaauuhh….mau….uuhh…keluaa aarrrhh!” ,katanya dengan nafas yang tidak beraturan.
”Eh? Oh…keluarin aja nggak apa-apa!”,jawabku sambil terus menjilati putingnya.
Sesaat kemudian tubuhnya bergetar hebat dan menegang. Ira mencengkeram tangan kananku kuat sekali, hingga kuku-kukunya menancap dan melukai tanganku. Luka-luka itu berdarah, tapi hal itu tak kupikirkan. Aku menikmati saat-saat Ira orgasme sambil tersenyum.
”A..apa yang barusan itu?”,tanyanya dengan nafas tersengal-sengal.
”Loh? Kamu belom tau?”,aku balik bertanya.
”Nggak…nggak tau…emang apaan?”,ujarnya lemas, kehabisan tenaga.
”Itu yang namanya orgasme…masa sih kamu gak tau?”,tanyaku heran.
”Ooh…sori..aku ga tau masalah begituan…tapi..rasanya enak banget…gak bisa dijelasin pake kata-kata”,Ira tersenyum.
Aku heran dan berpikir, “Berarti dia polos banget sampe gak tau yang namanya orgasme. Lagian, gampang banget dirangsang…coba ah yang lebih.”
Aku meringis saat tanganku yang luka bergesekkan dengan seragam yang kukenakan. Ada sepuluh bekas kuku, semuanya meneteskan darah segar. Aku berdiri dan mengambil sekotak tissue di meja belajar Ira dan mulai mengelap darah yang bercucuran.
”Itu…maaf…sakit ya?” , tanyanya dengan wajah bersalah ketika melihat tanganku berdarah.
”Nggak…nggak apa-apa kok…hehehe…santai aja!”, jawabku sambil tertawa.
”Aku jadi nggak enak…kamu abis kecelakaan malah jadi tambah luka gara-gara aku”, desah Ira.
”Udah…gak apa-apa…sekarang kamu diem yaa?” aku berjalan ke arahnya.
Aku duduk disampingnya, tanganku menyelinap ke dalam roknya dan melepas celana dalamnya yang sudah basah. Ira tidak dapat berbuat apa-apa, kelihatannya dia masih sangat lemas karena orgasme barusan.
”Kamu mau ngapain Rif?” tanya Ira, kelihatannya dia khawatir.
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya. Saat sudah kulepas, celana dalamnya kulempar entah kemana, maklum, nafsu udah di puncrit, kaga bisa nahan.
Kusingkap roknya hingga dekat pangkal paha, memperlihatkan pahanya yang suangat mulus, liurku menetes melihatnya. Ku elus-elus pahanya.
”Aaaawwwhhh……”, Ira kembali mendesah karena perlakuanku.
Kudekatkan wajahku kearah vaginanya. Vagina yang begitu bersih, berwarna pink, tanpa ada bulu sedikitpun dan aromanya enak. Wangi parfum yang biasa dipakai Ira samar-samar tercium, “Apa dia nyemprotin parfum ke sini juga ya? Ah bodo amat!”
Ketika hambusan nafasku mengenai daerah sensitifnya, dia berkata;
”Rif, mau ngapain kamu? Ntar…ntar dulu…aku belum siap kalo sampai kayak gini…stop…stoopp…aaaaahhhhh!!! ”, Ira menjerit ketika kubenamkan lidahku kedalam vaginanya.
Segera saja vaginanya kulumat, kujilat dengan liar, kucium dan kugigit-gigit kecil.
Benar saja, kakinya mengejang setiap kali kugigit klitorisnya.
”Aaaaaaaaaaaaahhhh…..aaaaahhhh h….uuuuhhh….sssshh…s sshhh…..!!”, desahannya semakin menggila, membuat ‘adik’ku ingin cepat memproklamasikan kemerdekaan dari belenggu penjajahan celana dalam.
Rasa nyeri menyerang ‘adik’ku ketika celana dalam ini rasanya sudah kelewatan menyiksa, tapi tetap kutahan. Di luar dugaan, Ira mulai menangis, air matanya mulai mengalir disela-sela desahan penuh kenikmatannya. Aku jadi bingung, kuhentikan jilatanku.
”Ra, kamu kenapa nangis?”,tanyaku berdebar-debar.
”Aku…udah capek Rif…aku udah nggak kuat kalo kamu terus-terusan ngeginiin aku…”, katanya dengan polos sambil terisak-isak.
Aku diam saja.
”Bukannya aku nggak mau, tapi aku udah capek banget…dari tadi, badanku rasanya lemes…tangan sama kakiku udah mati rasa. Aku udah gak kuat.”, jelasnya.
Demi mendengar pengakuannya, ‘my little brother’ yang sudah berkibar dengan gagahnya seperti kehilangan tenaga, sontak ‘adik’ku lemas lagi, bak nasionalis dibedil kompeni. Aku merasa bersalah.
Tanpa berkata apa-apa, aku berjalan ke lemari pakaian Ira, mengambil satu celana dalam dan memakaikannya pada Ira. Kubereskan sprei yang acak-acakan akibat pertempuran tadi, kurapikan bra-nya yang lepas dan kukancingkan seragamnya. Kuangakat Ira dan kurebahkan kepalanya di bantal kemudian kuselimuti dengan selimut tebal. Ira menatapku dengan pandangan heran.
”Rif? Kamu marah ya? Please, ngertiin aku…aku capek banget…gak kuat”, ucapnya memelas. Namun aku masih juga tidak berkata apapun.
”Ra, aku….sebenernya udah dari dulu mendam perasaan ke kamu. Aku…aku…sayang sama kamu…”, ucapku, aku tidak menyangka bakal mengutarakan perasaanku di saat seperti ini.
Dia tertegun mendengar pernyataanku.
”Mmm…Rif…aku…”, sepertinya Ira mau mengatakan sesuatu, tapi buru-buru kucium bibirnya dan aku berlari keluar kamar.
Aku berjalan ke ruang tamu, memakai ranselku dan mengambil helm. Saat aku keluar halaman rumah Ira, kulihat motorku yang ringsek seperti gelandangan digebuki Satpol PP. Aku nyengir; “Hahahaha…shiit…aku pulang pake apaan nih?”, kataku pada diri sendiri. Akhirnya aku pulang jalan kaki sekitar 4,5 km ditemani hujan yang sangat lebat.
Sesesampainya dirumah, ada secarik kertas ditempel di pintu yang bertuliskan :
”Mama dan Papa pergi seminar di luar kota, kira-kira satu minggu. Urus diri sendiri ya? Kalau ada apa-apa, telpon Mama atau Papa.”
“Gila…aku idup pake apaan nih 1 minggu? Makan kerikil?”, umpatku.
Malamnya badanku terasa tidak enak. Benar saja, esok paginya aku demam tinggi, maka kuputuskan untuk tidak masuk sekolah. Siang harinya aku bangun kemudian mandi, tak lama setelah itu, ada orang menggedor-gedor pintu rumah dengan kasar.
Dengan sempoyongan aku membukakan pintu, dihadapanku berdiri sesosok makhluk dengan ukuran tidak manusiawi, tinggi besar dan hitam. Tetapi setelah kuperhatikan, ternyata dia adalah Setyo.
”Kok gak masuk tadi coy?”, tanya Setyo ceria.
”Loh? Tau darimana? Perasaan kita beda SMA deh…”, aku kebingungan.
”Itu, Rangga tadi SMS, dia mau jenguk bareng Tama, tapi ada tugas mendadak, jadi nggak jadi.”, ujarnya sambil meringis-meringis.
“Ni orang otaknya kenapa sih?”, tanyaku dalam hati.
”Oh, yaudah masuk dulu…aku demam coy…kepalaku sakit banget…”, kataku sambil mempersilahkan Setyo masuk.
”Nggak ah, makasih, aku mau langsungan..hehehe”, jawab Setyo cengar-cengir.
”Ini orang kenapa sih? Aku bener-bener nggak ngerti”, pikirku.
“Aku pulang dulu ya Rif, cepet sembuh coy!” kata Setyo sambil berjalan keluar gerbang
”Iyaa…makasih ya Dan!”, sahutku ceria.
Ketika Setyo telah pergi, ternyata tepat di belakang tempat Setyo berdiri tadi ada sesosok makhluk lain yang memperhatikanku, dia mengenakan pakaian putih dan menyeringai. Rasa dingin merayapiku.
”Woi! Kaya liat setan aja! Kenapa sih?”, tanya Ira membuyarkan lamunan horrorku.
”Eh? Loh?”, tanyaku kebingungan.
“Emang mukaku kaya setan yaa?”, tanyanya lagi dengan bibir manyun.
”Ah, bukan..bukan…tadi aku halusinasi…maaf.”, jawabku.
“Jadiiii…..?” ,tanya Ira, dia tersenyum.
”Jadi apaan?” ,aku semakin kebingungan.
”Aku gak disuruh masuk atau gimana gitu?” ,sindirnya sambil tertawa.
”Oh iya….maaf…ayo masuk…maaf berantakan…” ,aku mempersilahkannya masuk.
Begitu aku membalikkan badan setelah mengunci pintu, Ira tidak ada di ruang tamu. Aku kebingungan…apakah yang kulihat tadi hantu? Perasaanku jadi tidak enak, maka kuputuskan untuk tidur lagi. Mungkin aku terlalu lelah. Ketika aku masuk kamar, tiba-tiba pintu kamarku tertutup sendiri. Aku mematung ketakutan. Pelan-pelan aku menoleh ke belakang dan melihat Ira sedang nyengir melihat reaksiku dengan gayanya yang khas, kedua tangannya dimasukkan saku jaketnya yang berwarna putih.
”Eh kunyuk, udah tau aku lagi sakit, masih aja jail.” ,aku duduk di tepian tempat tidur sambil menghela nafas.
”Iya maaf…hehehe…gimana sakitnya?” ,Ira duduk disebelahku.
”Udah ada kamu, jadi aku udah gak apa-apa.” ,aku menatap matanya sambil tersenyum.
Ira tampak terkejut mendengar jawabanku. Sejenak kami saling berpandangan. Perasaan hangat membuncah dari dalam hatiku…aku cinta mati kepada cewek di hadapanku ini.
Matanya yang paling kusuka, mata yang teduh itu, mata yang memancarkan ketenangan dan kedewasaan yang begitu dalam.
”Ah iya. Aku bawa makanan nih. Tadi aku beli di kantin.” ,katanya mengalihkan pembicaraan.
”Aku kan udah bilang. Kamu ada disini aja udah cukup.” ,kataku sambil memeluknya dari belakang, kulingkarkan tanganku di pinggangnya, berharap Ira bisa merasakan kehangatan yang mengalir dari hatiku.
Dia terdiam sesaat, sepertinya ia merasa canggung. Tetapi tidak mengubah posisinya dan melanjutkan menawari aku berbagai macam makanan.
”Aku juga bawa buah loh. Mau nggak? Ada macem-macem, ada apel, jeruk, pear. Mau yang mana?” ,tanyanya dengan terburu-buru. Ira mengeluarkan sebuah apel dari dalam tasnya.
“Kamu sekolah apa kondangan sih?” aku mengejeknya
“Hehehhe…sekolah, tapi buku pelajaran udah aku taruh dirumah tadi” Ira tertawa
Aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Menikmati tiap detik yang kulalui, aku merasa tenang mencium wangi tubuhnya. Aku…ingin begini selamanya…
”Aku mau dong buahnya.” ,jawabku.
”Oh? Mau yang mana?” ,tangannya masih menggenggam sebuah apel.
”Aku maauuu….” ,rengekku dengan manja.
”Iyaaa….mau yang mana ? Apel? Jeruk? Pear?” ,jawabnya sambil tersenyum.
”Gaak….aku gamau semuanya….” ,bantahku.
”Loh? Katanya mau buah? Yang mana nih?” ,Ira tampak kebingungan.
”Aku mau buah yang ini…” ,tanganku dengan sigap melepas kancing seragam dan menyelinap ke balik bh yang dipakainya. Kuremas-remas buah dadanya dengan lembut.
”Aaaaaahh…..Rif jangan…!!” ,desah Ira, apel yang ada ditangannya jatuh ke lantai.
Langsung saja kulumat bibirnya.
”Mmmmmhh…..mmmhh….!” ,Ira berusaha mendesah, tetapi terhalang oleh bibirku.
Tangan kiriku menyusuri buah dadanya, kemudian turun ke perut, masuk ke rok lalu kuselipkan kedalam celana dalamnya. “Belum basah.” ,pikirku. Kutarik tangan kiriku dan kujilat jari tengahku, kemudian kuselipkan lagi masuk celana dalamnya. Langsung saja kugesek-gesekkan jariku ke vaginanya.
”Iyaaaaaaaahh….aaaaaaahhh….aaa aahhhhh….aawwh…mmmhh …!!” ,Ira mendorong bibirku menjauh agar bisa mendesah, nafasnya sudah tidak beraturan.
Mulutku kini bebas. Langsung saja kupakai untuk menciumi leher jenjangnya yang menggairahkan. Beberapa menit aku mengerjai Ira dengan menambah intens gesekan dan remasan di tubuhnya tiap menit yang berlalu. Kamarku kini dipenuhi suara desahan dan lenguhan nikmat Ira.
”Aaakuu….aaaahhnn….aaaahh….ngg ghh….maauu….aaahh…aa ahh….keluaaarr….uaaaaahh….!” ,pekiknya tertahan.
Pahanya mengapit erat tangan kiriku, sementara kedua tangannya mencengkeram tangan kiriku juga. Kini kuku-kuku kedua tangannya kembali menancap di tanganku, kali ini tangan kiri. Tubuhnya mengejang hebat, sesaat kemudian Ira jatuh terduduk di lantai kamarku. Nafasnya tersengal-sengal, karpet lantai kamarku basah oleh cairan orgasmenya.
”Ihiiy…ciyee…ciyeee…yang habis orgasme…hahaha” ,candaku.
”Berisik! Diem lah kamu…! Haahaha” ,jawab Ira, bibirnya bergetar hebat.
”Iya..iya…nambah juga nih koleksi tattoo di tanganku. Kemarin yang kanan, sekarang yang kiri…hahaha…” ,sindirku
“Ma…maaf…aku nggak sengaja…sungguh…”
”Iya, nggak apa-apa kok…” ,jawabku singkat
Kubantu dia berdiri, sesaat kami berpelukan, kutatap matanya…mata yang indah yang selalu kudambakan…kemudian kucium bibirnya dengan lembut…
Kulepas sepatunya yang dari tadi masih dipakainya dan kutidurkan dikasur. Aku berbaring di sampingnya. Setelah nafasnya teratur, tiba-tiba dia berdiri dan melepas rok beserta celana dalamnya.
”Eh…eeh…mau ngapain kamu? Mabok yah?” ,tanyaku terkejut sekaligus heran.
”Hehehehe…” ,Ira hanya terkekeh.
Sekarang dia hanya mengenakan seragam yang sudah kusut dan kancingnya terbuka setengah, tanpa rok maupun celana dalam. Sontak ‘adik’ku menegang dengan hebatnya, jadi keras kayak mayat siap dikubur.
Dengan cepat, Ira menidurkanku, sekarang posisi kami 69, favoritku. Hehehehe…
Vaginanya tepat berada didepan wajahku.
”Ih…wooww…” ,gumamku takjub.
”Kenapa?” ,tanya Ira
”Unyuuuuuu…..hahaha” ,langsung saja kugesek-gesek vaginanya dengan jari.
”Aaaaahh….na…nakal…!” ,desahnya dengan manja
Ira mengelus-elus penisku dari luar celana yang kukenakan. Geli gimana gitu. Jadi tambah tegang.
”Eh, Ra, kamu serius nih? Udah pernah kaya ginian belum?” ,tanyaku tidak yakin
”He eh…santai aja. Belom…ini yang pertama. Hehehe” ,dia membuka celanaku
”Apa gapapa nih? Yakin kamu?” ,aku masih belum yakin.
”Iiih…gak percaya amat. Coba aku praktekin kayak tadi malem waktu aku liat bo…….kep?” ,kata-katanya sempat terhenti ketika celana dalamku sudah terlepas dan ‘adik’ku dengan gagah berdiri, dengan bentuk evolusi akhir.
Aku pun agak kaget; “Woi! Itu kamu ‘dik’? Kamu kenapa hah bisa sampe kaya gitu?” ,tanyaku kepada sang ‘adik’ dalam hati.
“Hehehe…jadi malu…” ,aku tersenyum
”Wow…ternyata gini toh…anunya cowok…” ,tatapnya penasaran sambil memegang batang penisku. Rasanya aneh, tapi enak.
”Eh, apa tadi malem kamu nonton bokep?” ,tanyaku
”Iya…yaa walopun aku sempat muntah ngeliatnya…baru pertama aku liat bokep..” ,jawab Ira tersipu.
Tanpa ba bi bu, Ira langsung memasukkan penisku ke mulutnya dengan agak canggung. Dia jilati dari ujung ke pangkal. Rasa dingin sekaligus hangat menyelimuti penisku. Tiap gesekan dengan lidahnya membawa sensasi nikmat, membuatku merinding.
”Oooohh…..” ,aku mengerang, seluruh tubuhku gemetar karena nikmat
”Coba aku praktekin kayak yang di bokep ya?”
Dia memaju-mundurkan kepalanya, penisku keluar masuk mulutnya dengan bebas.
Ketika aku menyentakkan pinggulku, penisku masuk terlalu dalam ke tenggorokannya.
”Hmph…” , Ira memejamkan matanya rapat-rapat saat penisku masuk sampai tenggorokannya
”Uups…sori…gimana rasanya?” ,kataku.
“Mmm…ga terlalu buruk kok…tapi aneh sih…” ia melepaskan penisku dari mulutnya supaya bisa berbicara.
Ku belai-belai dan kubuka sedikit bibir vaginanya. Dari sini, aku bisa melihat jelas klitorisnya yang waktu itu belum sempat dieksploitasi besar-besaran oleh lidahku. Kuhisap klitorisnya, kugigit kecil dan kubelit dengan lidahku. Responnya diluar dugaan.
”Mmmmmmuaaaahhh…..aaaaarrrghhh ….!! Disitu…aaaaagghh….aaaahh…aaahh h…” ,teriak Ira. Dia melepaskan penisku dari mulutnya, ia menjerit dan kepalanya mendongak keatas.
Kemudian kepalanya terkulai lemas disamping penisku yang masih dengan angkuh berdiri. Sesekali dia menjilat batang penisku dengan lemah. Wajahnya sayu, kelelahan. Melihatnya dalam kondisi seperti ini, nafsuku semakin meledak. Serangan lidahku semakin gencar di klitorisnya.
”Ngggghhh…..aaahhh…aaaahhh….uu uuhhh…..mmmhhh…..ter us Riff…terusin…ooohh….iyaaaahh…” ,matanya terpejam dan nafasnya pendek-pendek.
Beberapa detik kemudian, Ira menekan vaginanya ke mulutku dengan kuat, aku megap-megap. Tubuhnya bergetar hebat.
”Riiiiiiiiifff……aku….keluaaaaa aaaaaarrr….!!” ,jeritnya.
Dia mengalami orgasme yang kedua kalinya. Cairan orgasmenya membasahi mulutku. Euh…baunya aku tidak tahan. Segera setelah itu, dia terkulai lemas diatas tubuhku.
”Makasiih Ra…mulutku basah semua!” ,ujarku kepadanya dengan nada sinis.
”Mmmmhh…?” ,matanya terpejam dan kelihatan sangat lemas
Aku duduk dan mengangkat pinggulnya dari belakang. Dari posisi ini, aku dapat melihat punggungnya yang basah oleh keringat dan wajahnya yang kelelahan.
“Sekarang, gantian yaa” ,ucapku santai. Dari belakang, kulucuti semua pakaiannya hingga dia telanjang bulat.
“Jangan…Rif…aku masih virgin…” ujarnya lirih, nafasnya berat dan pendek
Ira masih tersengal-sengal ketika kutempelkan penisku di vaginanya. Aku tahu kalau dia tidak akan melawan, pasti sudah kelelahan akibat dua kali orgasme. Dengan bantuan tangan, kujejalkan penisku yang sudah basah masuk ke dalam vaginanya.
Separuh kepala penisku ditelan vaginanya.
“Aaaargh! S-sakit Rif! Sakiit!! Cabut! Jangan diterusin! Aaaarrggghh!!” ,Ira berteriak keras sekali. Matanya terbelalak, tangannya menggapai-gapai meraih penisku, mencoba mencabutnya.
Dengan kedua tanganku yang masih bebas, kutekan bagian sikunya sehingga dia tidak dapat menjangkau penisku. Dengan satu hentakan keras, kujejalkan penisku seluruhnya. Kini seluruh penisku telah masuk. Darah segar mengalir pelan dari bibir vaginanya.
”Aaaaaaaahhhh!!” ,Ira berteriak pilu dan mulai menangis.
Rasanya enak sekali, walaupun sempit, tapi vaginanya hangat dan meremas-remas penisku. Uuuh….nikmatnya. Pelan-pelan kupompa penisku keluar masuk vaginanya.
Kugenjot Ira beberapa menit sampai kemudian kudengar desahan disela isak tangisnya.
”Lama-lama enak kan?” ,tanyaku sambil tersenyum
”Sakit…” ,air matanya mengalir
Beberapa saat kemudian, ketika sudah mulai terbiasa, Ira sudah tidak lagi menangis namun mendesah tidak karuan. Aku tersenyum. Kupompa lagi vaginanya dengan kekuatan penuh.
”Auh…uuh…teruss Rif…cepetin…aaahh…iyaa…disitu… mmhh…teruss..” ,Ira meracau.
Kubalikkan badannya sehingga kini dia telentang dihadapanku. Kugenjot vaginanya dari depan.
”Uuuhh…..enak Ra…aahh…aahh…” ,aku sudah tidak mampu menahan desahan.
”Iyaa…aaahhh…aku juga….uuuhh…enaakk….teruss Riiiff…ooohhh…” ,sahutnya.
Aku tidak merubah posisiku. Aku dan Ira terus bermain pada posisi ini sampai kira-kira 20 menit, hingga mendekati klimaks.
”Kkamu…selesai dapet kapan Ra…?” ,tanyaku sambil menahan nafas
”Tiga…aaaahh…hari yang lalu…aahh…ngghhh…” ,lenguhnya
”Hmff…aku…hampir…sampai….aaahh …ahhh….” ,ujarku
”Aku….uuh…juga…aaahh…”
Penisku berdenyut-denyut.
”Kita…keluar…bareng yaa…” ,kataku
Beberapa detik kemudian, aku rebah dan memeluk tubuhnya dengan erat
”Akuu…..keluaarr…incoming……!!” ,aku mengerang
”Aaaaaaaaahhhhhh…..!” ,jawab Ira dengan jeritan
”Aaaaaarrrrrgggghhhh!!!” ,kami berdua mengerang pada saat yang bersamaan
Croott…crooottt…crooott…sperma ku mengalir dengan deras didalam vaginanya.
Pada saat bersamaan, Ira juga mengalami orgasme. Vaginanya meremas penisku dengan kuat, tubuhnya mengejang dan melengkung.
Kami berdua memejamkan mata dengan rapat dan saling berpelukan, menikmati tiap detik sensasi yang kami rasakan. Rasa hangat mengalir keseluruh tubuhku. Tubuhku dan Ira sama-sama bersimbah keringat. Aku melepas pelukan dan membaringkan diri disampingnya
Aku menoleh, kutatap wajahnya yang dipenuhi berbagai macam ekspresi, antara lelah, senang, puas, sedih, dan takut. Semua bercampur jadi satu.
“Kamu udah ngambil virginitasku Rif…jangan tinggalin aku…” Ira berkata sambil menahan tangis
”No matter what happen, even when the sky is falling down, I promise you that I will never let you go. Aku sayang banget sama kamu Ra…makasih ya..” ,ucapku sambil tersenyum, lalu kukecup keningnya.
Ira hanya tersenyum sedih dan menyandarkan kepalanya di dadaku kemudian terlelap. Kupeluk dia dengan penuh kasih sayang. Kutarik selimut hingga sebatas dadaku dan aku pun tidur.
Malam itu, Ira menelpon rumahnya untuk memberitahu bahwa dia sedang menginap dirumah teman ceweknya, padahal dia sedang tiduran denganku di kamar. Ini malam minggu, jadi aku tidak perlu khawatir.
Minggu pagi…
Aku merasa silau karena sinar matahari pagi tepat mengenai mataku. Aku bangun dengan malas. Ketika kulihat kesamping, Ira masih terlelap tanpa pakaian. Spontan ‘adik’ku kaget setengah mati dan melonjak tegang.
”Auh!” ,aku agak berteriak karena merasa ‘adik’ku senut-senut.
”Mmmh…udah pagi ya?” ,Ira terbangun mendengar suaraku.
Sejenak dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Kemudian ketika matanya sudah terbiasa, dia terbelalak mendapati dirinya tidak memakai pakaian apapun dan melihatku berbaring disampingnya tanpa mengenakan pakaian.
”Halo Ra! Paa–”
PLAKK!!!!
Satu tamparan sukses mendarat di pipi kananku. Dia buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut.
”Apa-apaan sih?! Pagi-pagi aku udah dianiaya!” ,kataku sebal sambil mengusap-usap bekas tamparannya dipipiku.
Ira tampak bingung. Kemudian setelah melihat sekelilingnya, dia baru sadar.
”Aduh! Maaf Rif! Aku nggak inget kalo semalem aku tidur sama kamu..!” ,ujarnya panik
”Grrrr…!!” ,aku menggeram marah
Ira tampak ketakutan melihat reaksiku. Tangannya agak gemetar.
Segera saja kuterjang dia, aku melompat dan mendarat diatas tubuhnya, kedua tangannya kutahan.
“Kamu ini!” ,geramku, kemudian kucium lehernya dengan lembut.
”Aaahh…maaf Rif…aku…mmmhh….nggak sengaja…hhh…” ,desahnya.
Kugesek-gesekkan penisku di selangkangannya sementara lehernya masih kucium.
Ketika tanganku sudah mulai turun ke buah dadanya, HP ku berbunyi dengan nyaring.
Spontan kuhentikan aktivitas dan kuraih HP ku. Sepintas kulihat raut wajah Ira yang sebal karena merasa terganggu, kemudian ia menarik selimut hingga ke atas kepala..
Cih! Ganggu aja ni orang…
Ada panggilan masuk. Kulihat nama yang tertera di layar HP ku : Rangga.
”Yo Ngga! Kenapa?”
”Dasar! Dari tadi malem aku telpon kamu tapi nggak diangkat!”
“Sori…sori men…kagak denger…! Ada apa?”
”Mau tanya keadaanmu gimana. Katanya sakit, kok ceria gitu?”
”Ah…udah sembuh…makasih…”
”Eh, kita-kita mau pada main nih ikut nggak?”
”Motorku ancur Ngga…mau naik apa?”
”Udaah…kumpul dirumahnya Tama, jam 12 yaa. Bawa baju ganti buat 3 hari.”
“Eeh, tunggu Ngga!”
Belum sempat aku menyelesaikan kata-kata, panggilan sudah diputus oleh Rangga.
Aku mematikan HP dan berjalan ke arah Ira yang meringkuk dibalik selimut.
Aku masuk ke balik selimut, tanganku meraba-raba.
”Iraaaa…..” ,kataku ketika tanganku sudah menemukan apa yang kucari.
”Kenapa? Aaaww…masih pagi udah ngremes-remes susu…geli tau!” ,jawab Ira sambil menyingkap selimut dan mencoba menyingkirkan tanganku dari buah dadanya.
Ira tersenyum, senyum yang manis sekali dan aku merasa nge-fly mengetahui bahwa senyum itu ditujukan padaku.
”Biar deh…hehehe…peluk dong!” ,ucapku dengan manja
”Iih..manja amat sih…” ,ejeknya, tetapi dia tertawa lalu memelukku.
Kami berdua berpelukan dengan mesra. Aku meletakkan kepalaku di dadanya. Terasa kenyal dan hangat. Aku merasa sangat nyaman, kunikmati setiap jengkal kulitnya yang mulus di tubuhku.
”Ssstt…liat sini deh..” ,panggilku
”Hmm?” ,ia menunduk menatap wajahku
Segera saja kucium bibirnya dengan lembut. Bibir kami bertautan cukup lama. Aku melepaskan bibirku dan kutatap matanya. Mata yang tidak berubah, mata yang selalu membuatku terpesona. Ira membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Kami berpelukan lagi.
Setelah membersihkan diri, aku mengantar Ira pulang naik motorku yang satunya.
Kemudian aku langsung menuju ke rumah Tama. Entah kenapa Rangga menelepon tidak jelas seperti itu.
”Hoi! Sori telat!” ,kataku kepada teman-teman se geng ku. Mereka sedang duduk diteras.
Aku membuka pagar dan masuk ke halaman rumah Tama
”Aaah ga asik ah! Pacaran mulu!” ,ejek Setyo
”Pacaran your head! Punya juga belom” ,bantahku sambil tertawa
”Udah udah…gini loh, mobil ayahku nganggur nih. Besok kita libur 1 minggu. Mau main kemana?” ,jelas Tama
”Kepantai yuuk!” ,usul Rangga dengan senyum lebar
”Pantai? Bosen cuy…yang lain coba…” ,tolak Setyo
“Gimana kalo kita ke gunung gitu?” usulku
”Yaaa! Boleh! Tapi mau kemana?” jawab Tama semangat
”Ada tempat yang bagus sii…telaga di dataran tinggi, ada camping groundnya juga.” ucapku sambil menyebutkan nama suatu daerah
“Hmm….bagus juga…kapan nih kita berangkat?” tanya Tama lagi
”Mobilmu kosong mulai kapan? Siapa yang mau nyetir?” interupsi Setyo
”Sore ini udah kosong. Nyetir? Rangga aja gimana?” jawab Tama
”Okeh!” Rangga menyahut
”Bawa anak-anak cewek ga nih?” tanyaku penuh harap
Semuanya hanya memandangku dengan menyunggingkan senyum mesum. Aku sudah tahu jawaban mereka.
Maka esok paginya kami dengan pasangan masing-masing kumpul dirumah Tama. Seakan-akan surga mengijinkan, orang tua Tama pergi keluar kota bersama teman-teman kantor mereka, jadi tidak akan ada yang menanyai kami kenapa membawa cewek-cewek.
Aku dengan Ira, Rangga dengan Angel, Setyo dengan Dian, dan Tama dengan Luna.
Sayangnya mobil penuh, sehingga Ade dan Feby memutuskan untuk tidak ikut.
”Heh! Katanya bawa cewek sendiri. Kok malah ngajak Ira sih?” ******* Rangga ketika aku dan Ira datang.
”Hayoo…kalian jadian kapan hah?” goda Setyo sambil meraih tangan Dian
Aku dan Ira hanya tersenyum. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
”Uuuuff….panas ya? Ohya, anak cewek yang lain pada dimana?” tanya Ira sambil mengibaskan tangan karena kepanasan
”Noh di dalem…lagi pada ngadem” sahut Tama tanpa memalingkan wajah. Ia sibuk mengecek mesin mobil bersama Rangga
”Aku ganti baju dulu yah Rif? Panas nih…” tanya Ira kepadaku. Aku hanya mengangguk.
Ira mengambil tas yang ada di motorku kemudian berlari kecil masuk ke rumah Tama.
Tak lama kemudian terdengar anak-anak cewek pada cekikikan. Tak tau apa yang mereka bicarakan.
Beberapa lama kemudian…
”Oii…mobil dah siap nih…girls, ayo berangkat!” Rangga berteriak dengan semangat.
”Tam, aku titip motor ya? Kumasukin garasi ya?” seruku kepada Tama diiringi anggukan kepalanya.
Setelah aku keluar garasi, kulihat semua anak-anak sudah naik mobil semua kecuali Ira. Dia berdiri di depan pintu, menungguku. Rupanya dia telah mengganti pakaian, sekarang dia mengenakan kaos santai dan … … what the hell?! Dia memakai rok mini!
Uuh…adikku menggeliat dari tidurnya merasa terganggu dengan pemandangan dihadapanku. Begitu aku berjalan disebelahnya, Ira menggamit lenganku. Dadanya yang kenyal bersentuhan dengan lengan kananku. Adikku sudah setengah sadar…
”Hoi! Cepetan!!” Setyo berseru tidak sabar
Aku dan Ira pun naik ke mobil. Kami duduk dengan pasangan masing-masing.
Angel duduk disebelah Rangga yang sedang mengemudi, Tama dan Luna duduk dibelakang bersama Setyo dan Dian. Sementara mereka membiarkanku berdua dengan Ira di kursi tengah. Mobilpun melaju dengan mulus.
Tama dan Setyo sibuk dengan cewek mereka masing-masing. Rangga menyetir sambil bercakap-cakap dengan Angel. Aku yang duduk disebelah kiri Ira, memilih membaringkan kepalaku di pahanya yang putih mulus.
”Hei…” aku memanggil Ira.
Dia menoleh kearahku. Kutatap matanya yang teduh dan akupun tersenyum. Ira membalas senyumanku, kemudian ia mengelus pipiku. Aaah…aku sangat bahagia. Sejenak, kata-kata gombal yang dilontarkan Tama kepada Luna, suara khas kuli pelabuhan Setyo, dan obrolan tak jelas Rangga dengan Angel mendadak hilang.
Kesunyian ini bertahan hingga Setyo berteriak menawarkan makanan ringan kepada kami. Aku dan Ira sama sama menggeleng.
Aku kembali tiduran dengan menghadap ke arah Ira. Kuberanikan diri mengangkat rok mininya sedikit, mencoba mengintip kedalam roknya.
”Sssstt!!” Ira menghardik dengan risih sambil menyingkirkan tanganku.
Aku tersenyum salah tingkah. Namun Ira juga tersenyum melihat tingkahku.
Sepertinya adikku benar-benar mengamuk, menggedor-gedor hingga celana jeans yang kukenakan menonjol. Sesak sekali. Spontan aku menekuk lutut dengan cepat. Ira yang kaget menoleh, dan ketika melihat tonjolan di celanaku, senyumnya menjadi canggung.
Tiba-tiba….
”Aaaahh….ssshhh…..aaaahhh….” ada suara desahan dari belakang
Otomatis aku melonjak terduduk, aku dan Ira sama-sama menoleh kebelakang.
Kami berdua terhenyak, pemandangan yang kami lihat benar-benar tak dapat dipercaya.
Dian sedang dipangku oleh Setyo, sementara tangan Setyo masuk kedalam kaosnya dan meremas-remas payudaranya.
Tama sedang sibuk menciumi leher Luna, diiringi desahan-desahan dari kedua pasangan.
Aku dan Ira kembali menoleh kedepan dengan melotot, tak percaya apa yang baru saja kami lihat. Kutatap Ira, dibibirku tersungging senyum nakal. Ia mengerti maksudku.
Segera saja kuangkat kedua kakinya, kemudian aku melepas celana dalamnya. Kali ini Ira tidak melawan. Dengan gerakan tiba-tiba, kusapukan lidahku di vaginanya, kujilat dan kuhisap klitorisnya. Tubuhnya menegang.
”Aaaaahhnnn…..nggghh…..aaaaahh h….aaaasssshhh…..uuu hh..” desah Ira dengan penuh kenikmatan. Tangan kanannya menjambak rambutku sementara tangan kirinya terkulai lemas di leherku. Matanya terpejam, menandakan dia menikmati kehangatan lidahku yang keluar masuk lubang vaginanya.
Tiba-tiba suasana menjadi sunyi. Tama dan Setyo menghentikan aktivitasnya, Luna dan Dian berhenti mendesah dan memperhatikan Ira dengan rasa ingin tahu. Sepertinya mereka penasaran karena suara desahan Ira yang jelas-jelas penuh dengan kenikmatan.
Ira tersadar, kemudian dia sadar bahwa Tama, Setyo, Luna dan Dian memandangnya dengan ekspresi heran. Wajahnya langsung memerah karena malu, dia menunduk, mengambil celana dalamnya yang jatuh kemudian langsung mendorong kepalaku dan menutupi roknya dengan kedua tangan.
Mulai saat itu, semua anak diam tak bersuara sampai tujuan kecuali Angel dan Rangga yang sibuk ngobrol, sepertinya mereka tidak tahu apa yang terjadi. Aku hanya diam saja.
Read more ...

CERITA SEX GAIRAH DI BALIK JILBAB

Kamar kostnya Abi berbaring sambil ngelamun. Diluar gerimis yang turun sejak sore belum juga usai sehingga menambah dinginnya udara malam, dikota yang memang berhawa sejuk. Malam minggu tanpa pacar dan hujan pula membuat Abi suntuk. Dicobanya memejamkan matanya membayangkan sesuatu. Yang muncul adalah seraut wajah cantik berkerudung. Teh Tita, ibu kostnya.
Teh atau Teteh adalah sebutan kakak dalam bahasa Sunda. Dibayangkannya perempuan itu tersenyum manis sambil membuka kerudungnya, mengeraikan rambutnya yang hitam panjang. Membuka satupersatu kancing bajunya. Memperlihatkan kulit putih mulus dan sepasang buah dada montok yang disangga BH merah jambu. Dan buah dada itu semakin menampakkan keindahannya secara utuh ketika penyangganya telah dilepaskan. Sepasang bukit kembar padat berisi dengan puting merah kecoklatan di dua puncaknya menggantung indah.Lalu tangannya membuka kancing celana panjang yang segera meluncur kebawah. Tinggallah secarik celana dalam, yang sewarna BH, membungkus pinggul montok. Bagaikan penari strip-tease, secarik kain kecil itu segera pula ditanggalkan. Menampakkan selangkangannya yang membusung dihiasi bulu jembut menghitam, kontras dengan kulitnya yang putih mulus. Dihadapannya kini berdiri perempuan telanjang dengan keindahan bentuk tubuh yang menaikan nafsu syhawat.
Blarrrr! Suara guntur membuyarkan lamunannya. Abi bangkit berdiri sambil menggaruk batang kontol di selangkangnnya yang mulai tegang dan keluar dari kamarnya menuju dapur untuk membuat teh panas. Setelah membuat teh kemudian keruang duduk untuk nimbrung nonton TV bersama keluarga tempat ia kost. Baru sekitar satu bulan ia kost dirumah keluarga Pak Hamdan setelah dia pindah dari tempat kostnya yang lama. Hamdan telah beristri dengan anak satu berumur tujuh tahun.
Ternyata ruang duduk itu sepi, TV nya juga mati. Mungkin Teh Tita sudah tidur bersama anaknya karena Pak Hamdan sedang ke Bandung menemani ibunya yang akan dioperasi. Akhirnya Abi duduk sendiri dan mulai meghidupkan TV. Ternyata hampir semua saluran TV yang ada gambarnya kurang bagus. Abi mencoba semua saluran dan cuma Indosiar saja yang agak terlihat gambarnya meski agak berbintik. Mungkin antenanya kena angin, pikirnya.Dengan setengah terpaksa dinikmati sinetron yang entah judulnya apa, kerena Abi selama ini tidak pernah tertarik dengan sinetron Indonesia.

Tiba-tiba Abi mendengar pintu kamar dibuka. Dan dari kamar keluarlah perempuan yang biasa dipanggil Teh Tita. Abi kaget melihat kehadiran perempuan itu yang tiba-tiba.
“Eh, Teteh belum tidur? Keberisikan ya?” tanya Abi tergagap
“Ah, tidak apa-apa. Saya belum tidur kok” jawab perempuan itu dengan logat Sunda yang kental.
Yang membuat Abi kaget sebenarnya bukan kedatangan perempuan itu, tapi penampilannya yang luar dari kebiasaanya. Sehari-hari Tita, seperti kebanyakan ibu rumah tangga di kota ini, selalu berkerudung rapat. Sehingga hanya wajahnya saja yang terlihat. Dan itulah yang pada awalnya membuatnya tertarik kost dirumah ini ketika bertamu pertama kali dan bertemu dengan Tita.
Dengan berkerudung justru semakin menonjolkan kecantikan wajah yang dimilikinya. Dengan alismatanya yang tebal terpadu dengan matanya yang bening indah, hidungnya mancung bangir dan bibirnya yang merah merekah. Dengan postur tubuh dibalik bajunya terlihat tinggi serasi.Entah mengapa Abi selalu tertarik dengan perempuan cantik berkerudung. Pikiran nakalnya adalah apa yang ada dibalik baju yang tertutup itu. Dan pada saat itupun pikiran kotornya sempat melintas mencoba membayangkan Tita tanpa busana. Tapi pikiran itu dibuangnya ketika bertemu dengan suaminya yang terlihat berwibawa dan berusia agak lebih tua dari Tita yang masih dibawah tigapuluh tahun. Akhirnya jadilah ia kost di paviliun disamping rumah tersebut dan pikiran kotornya segera dibuang jauh, karena ia segan pada Pak Hamdan. Tapi secara sembunyi ia kadang mencuri pandang memperhatikan kecantikan Tita dibalik kerudungnya dan kadang sambil membayangkan ketelanjangan perempuan itu dibalik bajunya yang tertutup, seperti tadi.
Tapi malam ini Tita berpenampilan lain, tanpa jilbab/kerudung! Rambutnya yang tak pernah terlihat, dibiarkan terurai. Demikian juga dengan bajunya, Tita memakai daster diatas lutut yang sekilas cukup menerawang dan hanya dilapisi oleh kimono panjang yang tidak dikancing. Sehingga dimata Abi, Tita seperti bidadari yang turun dari khayangan. Cantik dan mempesona. Mungkin begitulah pakaiannya kalau tidur.
“Gambar tivinya jelek ya?” tanya Tita mengagetkan Abi.
“Eh, iya. Antenenya kali” jawab Abi sambil menunduk.
Abi semakin berdebar ketika perempuan itu duduk disebelahnya sambil meraih remote control. Tercium bau harum dari tubuhnya membuat hidung Abi kembang kempis. Lutut dan sebagian pahanya yang putih terlihat jelas menyembul dari balik dasternya. Abi menelan ludah.
” Semuanya jelek, ” kata Tita ” Nonton VCD saja ya?”
“Terserah Teteh” kata Abi masih berdebar menghadapi situasi itu.
“Tapi adanya film unyil, nggak apa?” kata Tita sambil tersenyum menggoda.
Abi faham maksud Tita tapi tidak yakin film yang dimaksud adalah film porno.
“Ya terserah Teteh saja” jawab Abi. Tita kemudian bangkit dan menuju kamar anaknya.
Abi semakin berdebar, dirapikan kain sarungnya dan disadari dibalik sarung itu ia cuma pakai celana dalam. Diteguknya air digelas. Agak lama Tita keluar dari kamar dengan membawa kantung plastik hitam.
“Mau nonton yang mana?” tanyanya menyodorkan beberapa keping VCD sambil duduk kembali di samping Abi. Abi menerimanya dan benar dugaannya itu VCD porno.
“Eh, ah yang mana sajalah” kata Abi belum bisa menenangkan diri dan menyerahkan kembali VCD-VCD itu.
“Yang ini saja, ada ceritanya” kata Tita mengambil salah satu dan menuju alat pemutar dekat TV. Abi mencoba menenangkan diri.
“Memang Teteh suka nonton yang beginian ya?” tanya Abi memancing
“Ya kadang-kadang, kalau lagi suntuk” jawab Tita sambil tertawa kecil
“Bapak juga?” tanya Abi lagi
“Ngga lah, marah dia kalau tahu” kata Tita kembali duduk setelah memencet tombol player. Memang selama ini Tita menonton film-film itu secara sembunyi-sembunyi dari suaminya yang keras dalam urusan moral.
“Bapak kan orangnya kolot” lanjut Tita “dalam berhubungan suami-istri juga ngga ada variasinya. Bosen!”
Abi tertegun mendengar pengakuan Tita tentang hal yang sangat rahasia itu. Abi mulai faham rupanya perempuan ini kesepian dan bosan dengan perlakuan suaminya ditempat tidur. Dan mulai bisa menangkap maksud perempuan ini mengajaknya nonton film porno. Dalam hati ia bersorak girang tapi juga takut, berselingkuh dengan istri orang belum pernah dilakukannya.
Film sudah mulai, sepasang perempuan dan lelaki terlihat mengobrol mesra. Tapi Abi tidak terlalu memperhatikan. Matanya justru melirik perempuan disebelahnya. Tita duduk sambil mengangkat satu kakinya keatas kursi dengan tangannya ditumpangkan dilututnya yang terlipat, sehingga pahanya yang mulus makin terbuka lebar. Abi sudah tidak ragu lagi.
“Teteh kesepian ya?” Tanya Abi sambil menatap perempuan itu Tita balik menatap Abi dengan pandangan berbinar dan mengangguk perlahan.
“Kamu mau tolong saya?” tanya Tita sambil memegang tangan Abi.
“Bagaimana dengan Bapak ?” tanya Abi ragu-ragu tapi tahu maksud perempuan ini.
“Jangan sampai Bapak tahu” kata Tita”Itu bisa diatur” lanjut Tita sambil mulai merapatkan tubuhnya.
Abi tak mau lagi berpikir, segera direngkuhnya tubuh perempuan itu. Wajah mereka kini saling berhadapan, terlihat kerinduan dan hasrat yang bergelora dimata Tita. Dan bibirnya yang merah merekah basah mengundang untuk di kecup. Tanpa menunggu lagi bibir Abi segera melumat bibir yang sudah merekah pasrah itu.Abi semakin yakin bahwa perempuan ini haus akan sentuhan lelaki ketika dirasakan ciumannya dibalas dengan penuh nafsu oleh Tita.
Bahkan terkesan perempuan itu lebih berinisiatif dan agresif. Tangan Tita memegang belakang kepala Abi menekannya agar ciuman mereka itu semakin lekat melumat. Abi mengimbangi ciuman itu dengan penuh gairah sambil mencoba merangsang perempuan itu lebih jauh, tangannya mulai merabai tubuh hangat Tita. Dirabanya paha mulus yang sedari tadi menarik perhatiannya, diusapnya perlahan mulai dari lutut yang halus lembut terus keatas menyusup kebalik dasternya.
Tita bergetar ketika jemari Abi menyentuh semakin dekat daerah pangkal pahanya. Tangan Abi memang mulai merambah seputar selangkangan perempuan itu yang masih terbungkus celana dalam. Dengan ujung jarinya diusap-usap selangkangan itu yang makin terbuka karena Tita telah merenggangkan kedua pahanya. Dan rupanya Tita telah semakin larut hasratnya dan ingin merasakan rabaan yang langsung pada selangkangannya. Dengan sigap tanpa malu-malu ditariknya celana dalam itu, dibantu oleh Abi dengan senang hati, sehingga terbuka poloslah lembah yang menyimpan lubang kenikmatan itu.
Segera saja tangan Abi merambahi kembali lembah hangat milik Tita yang telah terbuka itu. Dirasakan bulu-bulu jembut yang lebat dan keriting melingkupi lembah sempit itu. Jemari Abi membelai bulu jembut itu mulai dari bawah pusar terus kebawah.Tita makin mendesah ketika jemari Abi mulai menyentuh bibir memeknya. Itulah sentuhan mesra pertama dari jemari lelaki yang pernah Tita rasakan pada daerah kemaluannya.
Suaminya tidak pernah mau melakukan hal itu. Dalam bercinta suaminya tidak pernah melakukan pemanasan atau rabaan yang cukup untuk merangsangnya. Biasanya hanya mencium dan meraba buah dadanya sekilas dan ketika batang kontolnya sudah tegang langsung dimasukan ke lubang memek Tita. Bahkan ketika lubang memek itu masih kering, sehingga rasa sakitlah yang dirasakan Tita.Selama hampir delapan tahun menikah, Tita belum pernah merasakan nikmatnya bercinta secara sesungguhnya. Semuanya dikendalikan dan diatur oleh suaminya. Berapa hari sekali harus bercinta, cara apa yang dipakai, dan sebagainya. Hamdan suaminya yang berusia hampir empatpuluhlima tahun ternyata lelaki yang ortodok dan tidak pernah memperhatikan keinginan istrinya. Apalagi ia menderita ejakulasi prematur. Sehingga sudah jarang frekuensinya, cepat pula keluarnya.
Soal teknik bercinta, jangan ditanya. Tidak ada variasi dan dilarang istrinya berinisiatif. Baginya meraba kemaluan istri apalagi menciumnya adalah dosa. Melihat istri telanjang adalah saat memenuhi kewajiban suami istri di ranjang. Baginya bersenggama adalah memasukan batang kemaluannya yang tegang ke dalam kemaluan istri dengan tujuan mengeluarkan airmani didalam lubang itu secepatnya, tidak perlu bertanya istrinya puas atau tidak.Sehingga selama bertahun-tahun, Tita tidak lebih dari benda yang mati yang punya lubang buat membuang airmani suaminya bila tangkinya sudah penuh. Tita sebagai perempuan, yang ternyata mempunyai hasrat menggebu, cuma bisa berkhayal bercumbu dengan lelaki yang bisa memberikan kenikmatan dengan penuh fantasi.
Selama bertahun-tahun. Hanya kira-kira setahun ini Tita bertemu dengan seorang wanita sebayanya yang juga mengalami nasib hampir sama dengannya. Mereka kemudian berteman akrab, saling curhat dan bersimpati. Dari wanita ini, Lilis namanya, Tita mendapatkan film-film porno yang dipinjamkan secara sembunyi-sembunyi. Hubungan mereka sangat akrab karena keduanya juga takut melakukan selingkuh dengan mencari lelaki lain. Yang berani mereka lakukan akhirnya kadang-kadang bermesraan berdua sebagai pasangan lesbian.
Tetapi sebagai perempuan normal Tita tidak terlalu mendapatkan kenikmatan yang diharapkan dari hubungan itu. Dan kini ketika jemari lelaki yang dengan penuh perasaan merabai daerah sensitifnya, semakin berkobarlah nafsu ditubuh Tita. Seakan haus yang selama ini ada telah menemukan air yang dingin segar.
“Ah..terus Bi..” desahnya membara.
Kuluman bibir mereka terus saling bertaut. Lidah mereka saling menjilat, berpilin mesra. Abi mengeluarkan semua kemampuannya, demikian juga dengan Tita mencoba melepaskan hasrat yang dipendamnya selama ini. Selama bertahun-tahun Tita dapat meredam hasratnya. Tak ada keberanian untuk menyeleweng, meski niat itu ada. Tapi sudah sejak beberapa bulan terakhir ini suaminya semakin jarang menyentuhnya. Sehingga hasratnya semakin menggumpal.Malam ini keberaniannya muncul ketika suaminya tidak ada dirumah. Sejak Abi kost dirumahnya, Tita telah memperhatikannya dan ia juga tahu pemuda itu juga memperhatikannya.
Malam ini Tita tidak perduli lagi dengan dosa apalagi suaminya. Ia ingin hasratnya terlampiaskan. Mulut mereka sudah saling lepas, dan mulut Abi mulai menyusuri leher jenjang Tita yang selama ini tertutup rapat. Mulut Abi menciumi leher jenjang yang lembut itu beberapa saat terus kebawah sepertinya hendak kedaerah belahan dada Tita, tapi tiba-tiba Abi bergeser dari duduknya dan bersimpuh di lantai dan melepaskan ciumanya sehingga mukanya berada diantara paha Tita yang mengangkang dimana bibir memeknya sedang dirabai jemari pemuda itu.Rupanya Abi ingin memberikan rangsangan yang lebih lagi dan rupanya Tita juga faham maksud Abi.
Dengan berdebar dan antusias ditunggunya aksi Abi lebih lanjut terhadap selangkangannya dengan lebih lebar lagi mengangkangkan kedua kakinya. Tita menunduk memperhatikan kepala Abi dicondongkan kedepan dan mulutnya mulai mendekati selangkangannya yang terbuka. Dilihatnya TV yang juga sedang menayangkan gambar yang tidak kurang hotDihadapan Abi selangkangan perempuan yang telah terkangkang bebas. Terlihat bulu jembut yang menghitam agak keriting menumbuhi lembah yang sempit diantara paha montok yang putih mulus.
Abi menelan ludah melihat pemandangan yang indah itu. Labia mayoranya terlihat merekah basah, dihiasi bulu jembut menghitam ditepi dan atasnya. Kontras dan indah dipandang. Kedua tangannya memegang kedua paha yang telah mengangkang itu. Dijulurkan lidahnya menyentuh belahan kemerahan yang sudah terkuak itu. Tercium wangi harum dari lembah itu.Kedua tangan Abi bergeser mendekati lubang memek itu untuk lebih menguakkannya
“Ahhh….!” Tita mendesah dan pinggulnya bergetar ketika ujung lidah itu menyentuh bibir memeknya.
Desahannya semakin menjadi ketika lidah Abi mulai menjilati bibir yang merekah basah itu dan dengan ujung lidahnya mengelitik kelentit yang tersembunyi dibelahannya. Dan itu semakin membuat Tita blingsatan merasakan nikmat yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Pinggulnya dihentak-hentakkan keatas menikmati sentuhan yang belum pernah dirasakan tapi telah lama dihayalkan. Abi terus melakukan jilatan yang nikmat itu dan tangannya yang satu mulai merambah keatas meremasi buah dada yang montok padat.
Rupanya Tita sudah merasa semakin panas meskipun diluar hujan masih turun. Segera dibuka kimono dan dasternya, juga BH yang membungkus sepasang bukit kembar, sehingga perempuan yang sehari-hari selalu berbaju tertutup dan terlihat alim ini kini duduk telanjang bulat disofa dengan kedua kakinya mengangkang dimana seorang pemuda bersimpuh sedang menjilati memeknya.Mata Tita merem melek menikmati jilatan lidah dan rabaan tangan Abi. Hasrat yang telah lama dihayalkan kini mulai terwujud. Ia bertekad untuk mewujudkan dan melaksanakan semua hayalan yang selama ini disimpannya. Banyak hayalan gila-gilaan yang pernah di rekanya, hasil dari pengamatannya menonton film-film porno.
Demikian juga dengan Abi, impiannya kini tercapai. Bukan hanya melihat perempuan berkerudung telanjang tapi juga bisa merabai tubuhnya bahkan mungkin sebentar lagi bercinta dengannya.Jilatan dan rabaan Abi rupanya telah menaikkan nafsu Tita makin tinggi hingga akhirnya dirasakan hasrat itu semakin memuncak. Tita yang belum pernah merasakan orgasme selama berhubungan dengan suaminya, tapi dari rangsangan ketika berhubungan lesbian dengan Lilis dan ketika menonton film porno sambil merabai kemaluannya sendiri, ia tahu akan segera orgasme. Dengan ganas di tariknyanya kepala Abi agar makin rapat keselangkangannya sambil menggerakkan pinggulnya naik turun, sehingga bukan hanya mulut Abi yang mengesek memeknya tapi juga hidung dan dagu pemuda itu.
“Ahhh…duh gusti…! Ahhh! enak euy !” jeritnya tertahan ketika akhirnya orgasme itu datang juga.
Demikian juga dengan Abi, impiannya kini tercapai. Bukan hanya melihat perempuan berkerudung telanjang tapi juga bisa merabai tubuhnya bahkan mungkin sebentar lagi bercinta dengannya.Jilatan dan rabaan Abi rupanya telah menaikkan nafsu Tita makin tinggi hingga akhirnya dirasakan hasrat itu semakin memuncak. Tita yang belum pernah merasakan orgasme selama berhubungan dengan suaminya, tapi dari rangsangan ketika berhubungan lesbian dengan Lilis dan ketika menonton film porno sambil merabai kemaluannya sendiri, ia tahu akan segera orgasme. Dengan ganas di tariknyanya kepala Abi agar makin rapat keselangkangannya sambil menggerakkan pinggulnya naik turun, sehingga bukan hanya mulut Abi yang mengesek memeknya tapi juga hidung dan dagu pemuda itu.
“Ahhh…duh gusti…! Ahhh! enak euy !” jeritnya tertahan ketika akhirnya orgasme itu datang juga.
Abi sempat tidak bisa bernafas ketika mukanya dibenamkan rapat keselangkangan itu ditambah Tita merapatkan kedua pahanya menjepit kepalanya. Beberapa saat Tita menyenderkan kepalanya disandaran sofa dengan mata terpejam menikmati untuk pertama kali klimaks karena dicumbu lelaki, nafas memburu dan perlahan kedua kakinya yang menjepit kepala Abi kembali membuka sehingga Abi dapat melepaskan diri. Muka Abi basah bukan hanya oleh keringat tapi juga oleh cairan yang keluar dari lubang kenikmatan Tita.
Abi bangkit berdiri sambil membuka kausnya yang digunakan untuk mengelap mukanya. Tubuhnya berkeringat. Dipandangi perempuan telanjang itu yang duduk mengangkang. Baru ini dapat diamati tubuh telanjang perempuan itu secara utuh.
“Hatur nuhun ya Bi” kata Tita berterima kasih sambil membuka matanya sehabis meresapi kenikmatan yang baru diraihnya.
Dan matanya kembali berbinar ketika dilihatnya Abi telah berdiri telanjang bulat dengan batang kontol mengacung keras. Batang kontol yang besar dan panjang. Jauh lebih besar dari punya suaminya. Ini untuk pertama kalinya ia melihat lelaki telanjang bulat selain suaminya. Abi mendekat dan meraih tangan Tita, dan menariknya berdiri. Kemudian Abi mundur dua langkah mengamati tubuh telanjang perempuan itu lebih seksama.
” Kenapa sih?” tanya Tita sambil senyum-senyum.
“Saya lagi memandangi tubuh indah sempurna yang selama ini tertutup” jawab Abi yang memang terpesona dengan apa yang ada dihadapannya.
Ternyata benar yang sering diangankannya tentang apa yang ada dibalik baju tertutup yang selama ini dipakai Tita, bahkan lebih indah dari yang dibayangkannya karena ini benar-benar nyata. Tubuh Tita memang nyaris sempurna. Badannya tinggi semampai dengan wajah yang cantik dan lekuk setiap tubuhnya saling mendukung dan proposional. Buah dadanya besar padat berisi, pinggangnya ramping dengan pinggul dan pantat yang montok serta sepasang kaki jenjang dengan paha yang padat berisi. Semuanya dibalut dengan kulit yang putih mulus tanpa cela. Dan sesuatu yang rimbun berbulu kehitaman di pangkal pahanya menambah pesona.
Pemandangan itu semakin memperkeras acungan batang kontol Abi. Dan Tita yang sudah terpesona dengan benda itu dari tadi segera meraih dan mengenggamnya. Tita kembali duduk sambil tetap menggengam batang kontol itu. Abi mengikuti dan tahu maksudnya. Ternyata perempuan ini penuh dengan fantasi yang hebat, pikirnya.Dengan mata berbinar diperhatikan batang kontol yang tegang dihadapannya. kontol yang jauh lebih besar dan panjang dari punya suaminya. Telah lama Tita ingin merasakan mengulum kontol lelaki seperti yang dilihatnya difilm porno.
Dipandangnya otot tegang dalam genggaman tangannya. Dengan ujung lidahnya dijilat perlahan kepala kontol yang mengkilap kecoklatan itu. Terasa aneh, tapi diulang lagi dan lagi sehingga hasratnya makin menggebu. Maka dengan perlahan dibuka mulutnya sambil memasukan batang kontol yang telah basah itu dan dikulumnya. Abi meringis nikmat diperlakukan begitu. Apalagi Tita mulai melumati batang kontol didalam mulutnya dengan semakin bernafsu.
Tita mencoba mempratekkan apa yang dilihatnya difilm. Ia tidak hanya menggunakan lidahnya tapi menggaruk batang kontol itu dengam giginya, membuat Abi semakin meringis nikmat. Satu lagi ingin dirasakan Tita adalah rasa air mani lelaki. Karena itu ia ingin merangsang Abi agar pemuda itu orgasme dan menumpahkan cairan mani di mulutnya. Tita yang selama ini kecewa dengan kehidupan sex bersama suaminya hingga terlibat hubungan lesbian dan sering menghayalkan fantasi-fantasi liar yang pernah ditontonnya di film.
Kini ia punya kesempatan untuk mewujudkannya. Tak ada lagi rasa malu atau jijik. Telah dilepaskan semua atribut sebagai istri yang patuh dan saleh. Yang ada didalam benaknya adalah menuntaskan hasratnya.Abi yang batang kontolnya dikulum sedemikian rupa semakin terangsang tinggi. Kuluman mulut Tita meskipun baru untuk pertama kali melakukannya tapi cukup membuatnya mengelinjang nikmat. Sangat lain sensasinya. Hingga akhirnya….
“Ah Teh, sudah mau keluar nih” desis Abi mengingatkan sambil mencoba menarik pinggulnya.
Tapi Tita yang memang mau merasakan semburan mani dimulutnya malah semakin menggiatkan kulumannya. Hingga akhirnya tanpa bisa ditahan lagi, batang kontol itu menumpahkan cairan kenikmatan didalam mulut Tita. Abi meregang, dengkulnya terasa goyah. Dan Tita semakin menguatkan kuluman bibirnya di kontol itu. Dirasakannya cairan hangat menyemprot didalam mulutnya, rasanya aneh sedikit tapi gurih. Enak menurutnya. Tanpa ragu Tita semakin keras mengocok batang kontol itu dan dengan lahap ditelannya cairan yang muncrat dari lubang kontol Abi, bahkan sampai tetes terakhir dengan menghisap batang kontol itu. Tanpa rasa jijik atau mual.
“Bagai mana rasanya Teh?” tanya Abi. Ia kagum ada perempuan yang mau menelan air maninya dengan antusias.
“Enak, gurih” kata Tita tanpa ragu. Keduanya duduk diatas sofa mengatur nafas. Kemudian Tita bangkit.
“Sebentar ya, saya buatkan minuman buat kamu” katanya sambil kedapur dengan hanya mengenakan kimono. Abi sambil telanjang mengikuti dari belakang dan ke kamar mandi membersihkan batang kontolnya sambil kencing. Setelah itu didapatinya Tita di dapur membuatkan minuman.
Abi mendekati dari belakang dan mendekapnya sambil tangannya meremas sepasang bukit kembar yang menggantung bebas. Tita menggelinjang merasakan remasan di dadanya. Apalagi ketika kuduknya diciumi Abi. Perlahan dirasakan batang kontol Abi mulai bangkit lagi mengganjal dipantatnya. Tita semakin mengelinjang ketika tangan Abi yang satunya mulai merambahi selangkangannya.
“Sudah nggak sabar ya” katanya sambil ketawa dan berbalik. Kembali keduanya berciuman dengan rakus.
“Dikamar saja ya” ajak Tita ketika ciuman mereka semakin larut.Mereka masuk kekamar yang biasanya untuk tamu. Disana ada tempat tidur besar dengan kasur empuk.
Tita mendorong tubuh Abi keranjang dan jatuh celentang. Tita juga segera menjatuhkan tubuhnya di ranjang menyusul Abi. Keduanya kembali berciuman dengan buas. Tapi tidak lama karena Tita mendorong kepala Abi kebawah. Ia ingin Abi mengerjai buahdadanya. Abi menurut karena ia pun sudah ingin merasakan lembutnya sepasang bukit kembar yang montok berisi itu. Tita mendesah sambil mengerumus rambut Abi yang mulai menjilati dan menghisapi salah satu pentil buahdadanya. Sedangkan yang satunya diremasi tangan Abi dengan lembut. Abi merasakan buahdada yang lembut dan perlahan terasa semakin menegang dengan puting yang mengeras.
“Oh… Bi…! Geliin..terus akh…!”Tangan Abi yang satunya mulai merambahi kembali selangkangan perempuan itu. Tita menyambutnya dengan merenggangkan kedua kakinya.
“Ahh..terus sayang!” desisnya ketika jemari pemuda itu mulai menyentuh kemaluannya. Jemari Abi dengan perlahan menyusuri lembah berbulu dimana didalamnya terdapat bibir lembut yang lembab.
Tita semakin menggelinjang ketika ujung jari Abi menyentuh kelentitnya. Kini mulut dan tangan Abi secara bersamaan memberikan rangsangan kepada perempuan kesepian yang haus seks itu. Sementara Tita juga sangat menikmati jilatan dan rabaan pemuda itu.Beberapa lama kemudian Abi mengambil inisiatif setelah puas merambahi sepasang bukit ranum itu, perlahan mulutnya mulai bergerak kebawah menyusuri perut mulus Tita dan berhenti di pusarnya.
Tita menggelinjang ketika pusarnya dijilat lidah pemuda itu.Tita rupanya tidak mau nganggur sendiri. Ditariknya pinggul Abi kearah kepalanya. Abi faham maksudnya. Dengan segera dikangkangi kepala Tita diantara kedua pahanya dan menempatkan pangkal pahanya dengan batang kontol yang menegang keras diatas muka Tita. Yang segera disambut kuluman Tita dengan bernafsu. Abi juga sudah menempatkan kepalanya diantara paha Tita yang mengangkang. Mulutnya mulai merambahi kembali lembah harum berjembut lebat itu. Keduanya melakukan tugas dengan nafsu yang semakin tinggi dan terus berusaha merangsang pasangan masing-masing.
Tita istri kesepian yang bertahun-tahun menyimpan hasrat, sehingga sekarang seakan mempunyai nafsu yang sepertinya tak habis-habis untuk ditumpahkan. Demikian juga dengan Abi pemuda lajang yang cukup berpengalaman dalam urusan perempuan tapi baru kali ini bercinta dengan istri orang, sehingga fantasi yang dirasakan sangat beda dari yang pernah dialami sebelumnya.
“Oh…! Bi, lakukanlah” desah Tita mulai tak tahan menahan hasratnya. Abi segera menghentikan jilatannya dan mengatur posisi. Tita celentang pasrah dengan kedua paha terbuka lebar menantikan hujaman batang kontol Abi pada lubang memeknya yang telah semakin berdenyut.
Dadanya berdebar kencang, mengingatkannya pada malam pertama ketika untuk pertama kali diperawani suaminya. Usianya belum lagi tujuhbelas tahun waktu itu. Tak ada kemesraaan dan kenikmatan, yang ada hanya kesakitan ketika batang kontol Hamdan merobek lubang kemaluannya. Untung cuma berlangsung sebentar karena suaminya cepat keluar air maninya. Dilihatnya wajah puas suaminya ketika ada bercak darah disprei, tanda istrinya masih perawan.
Tita tersentak dari mimpi buruknya ketika terasa benda hangat menyentuh bibir memeknya. Direngkuhnya tubuh Abi ketika perlahan batang kontol yang keras itu mulai menyusuri lubang memeknya.
“Akh…! enak Bi!” desisnya. Tangannya menekan pinggul Abi agar batang kontol pemuda itu masuk seluruhnya.
Abi juga merasakan nikmat. Memek Tita masih terasa sempit dan seret. Abi mulai menggerakkan pinggulnya perlahan naik-turun dan terus dipercepat diimbangi gerakan pinggul Tita. Keduanya terus berpacu menggapai nikmat.
“Ayo Bi geyol terusss!” desis Tita makin hilang kendali merasakan nikmat yang baru kali ini dirasakan. Abi mengerakkan pinggulnya semakin cepat dan keras. Sesekali disentakkan kedepan sehingga batang kontolnya tuntas masuk seluruhnya kedalam memek Tita.
“Oh..Bi !”jerit Tita nkmat setiap kali Abi melakukannya. Terasa batang kontol itu menyodok dasar lubang memeknya yang terdalam.
Semakin sering Abi melakukannya, semakin bertambah nikmat yang dirasakan Tita sehingga pada hentakan yang sekian Tita merasakan otot diseluruh tubuhnya meregang. Dengan tangannya ditekan pantat Abi agar hujaman bantang kontol itu semakin dalam. Dan terasa ada yang berdenyut-denyut didalam lubang memeknya.
“Ahk..! Ah…duh akhh!” teriaknya tertahan merasakan orgasme yang untuk pertama kali saat bersanggama dengan lelaki. Sangat nikmat dirasakan Tita. Seluruh tubuhnya terasa dialiri listrik berkekuatan rendah yang membuatnya berdesir. Abi yang belum keluar terus menggerakkan pinggulnya semakin cepat. Menyebabkan Tita kembali berusaha mengimbangi.
Diangkat kedua kakinya keatas dan dipegang dengan kedua tangannya, sehingga pinggulnya sedikit terangkat sehingga memeknya semakin menjengkit. Menyebabkan hujaman kontol Abi semakin dalam. Abi yang berusaha mencapai kenikmatannya, merasa lebih nikmat dengan posisi Tita seperti itu. Demikian juga dengan Tita, perlahan kenikmatan puncak yang belum turun benar naik lagi.Tita mengangkat dan menumpangkan kakinya dipundak Abi, sehingga selangkangannya lebih terangkat.
Abi memeluk kedua kaki Tita, sehingga tubuhnya setengah berdiri. Dirasakan jepitan memek Tita lebih terasa sehingga gesekan batang kontolnya menjadi semakin nikmat. Abi semakin menghentakkan pinggulnya ketika dirasakan kenikmatan puncak sudah semakin dekat dirasakan.
“Ahhh…” Abi mendesah nikmat ketika dari batang kontolnya menyembur cairan kenikmatannya. Dikocoknya terus batang kontol itu untuk menuntaskan hasratnya. Bersamaan dengan itu Tita rupanya juga merasakan kenikmatan yang kedua kalinya.
“Akhh…!!” jeritnya untuk kedua kali merasakan orgasme berturut-turut. Tubuh Abi ambruk diatas tubuh Tita. Keduanya saling berdekapan. Kemaluan mereka masih bertaut. Keringat mengucur dari tubuh keduanya, bersatu. Nafas saling memburu.
“Hatur nuhun ya Bi, hatur nuhun” kata Tita terbata mengucapkan terima kasih diantara nafasnya yang memburu. Tuntas sudah hasratnya. Dua tubuh yang panas berkeringat terus berdekapan mengatasi dinginnya malam.
Tak sampai sepuluh menit mereka saling berdekapan ketika dirasakan Abi, batang kontolnya yang telah lepas dari lubang memek Tita mulai dirabai dan diremas kembali oleh tangan Tita. Rupanya perempuan ini sudah ingin lagi. Abi tersenyum dalam hati, lembur nih ini malam!Memang Tita sudah bangkit lagi hasratnya. Nafsunya yang lama terpendam seakan-akan segera muncul kembali meskipun baru terpenuhi. Sepertinya ia tidak ingin melepaskan kesempatan malam ini untuk bercinta sebanyak mungkin dengan Abi sampai besok pagi, dengan berbagai teknik dan posisi yang selama ini cuma diangankannya.
Dan malam itu mereka melewati malam panjang dengan penuh keringat, cumbuan, rabaan, hentakan nafas dan desahan nikmat berkali-kali sampai pagi.
Abi bangun ketika dirasakan sinar matahari menyinari tubuhnya yang masih telanjang cuma ditutupi selimut. Ia masih terbaring diranjang tempat dia bercinta sepanjang malam dengan Tita. Dilihatnya jam sudah pukul sembilan. Badannya terasa segar meskipun sepanjang malam mengeluarkan tenaga untuk melayani dan mengimbangi nafsu Tita yang ternyata tak kenal puas. Tak kurang dari lima ronde dilewati oleh mereka dengan sebentar saja istirahat.
Abi ingat setiap dua atau tiga ronde, Tita selalu membuatkannya minuman sejenis jamu yang ternyata sangat berkhasiat memulihkan energinya sehingga sanggup melayani perempuan yang haus sex itu berkali-kali. Abi masih berbaring. Dicobanya membayangkan kejadian tadi malam. Seperti mimpi tapi benar terjadi. Perempuan yang terlihat lembut tapi ternyata sangat ganas di tempat tidur. Berbagai posisi bercinta telah mereka lakukan semalam.
Tiba-tiba pintu kamar dibuka dan masuklah Tita dengan pakaian lengkap dengan kontol rapat menutup rambutnya membawa nampan berisi roti dan minuman.
“Eh sudah bangun, bagaimana tidurnya nyenyak” katanya sambil tersenyum dan langsung duduk ditepi ranjang.
“Nih sarapan dulu, nantikan kerja keras lagi” katanya sambil senyum menggoda.
Disodorkanya gelas yang berisi telor setengah matang dicampur minuman yang menurut Tita ramuan rahasia menambah gairah lelaki. KemudianTita memberikannya sepotong roti yang dilahap oleh Abi dengan cepat. Baru terasa perutnya sangat lapar.
“Teteh mau kemana sih kok rapi…” tanya Abi
“Baru nganter anak saya ke rumah Teh Siti. Biar kita bebas” kata Tita kembali tersenyum nakal. Abi merasa girang karena hasratnya juga mulai berkobar lagi justru karena melihat Tita berpakaian lengkap.
“Teteh beda banget deh kalau pake jilbab gini…. Jadinya takut aku macem-macem sama teteh… alimmm banget….” Goda Abi sambil pura-pura menutupi tubunya yang masih bugil itu.
“Kamu bisa aja sih Bi, biar pake jilbab aku kan juga manusia biasa… pengen kehangatan, pengen kenikmatan…” jawabnya sambil mencubit paha Abi, sambil tangan kanannya mencoba melepas jilbabnya.
“Teh .. jangan dilepas dulu jilbabnya… Teteh mau ngga memenuhi permintaan saya?” kata Abi
“Apa sih?” tanya Tita agak heran
“Maaf nih Teh, “kata Abi ” Teteh mau ngga bergaya seperti penari striptease, membuka satu-persatu baju Teteh didepan saya”
“Kenapa tidak” kata jawab Tita Tita tersenyum manis sambil bangkit dan mulai bergaya seperti penari salsa. Mengerakkan tangannya juga pinggulnya. Sambil berputar berusaha melepas jilbabnya.
“jilbabnya jangan dilepas dulu teh…” seru Abi.Abi memperhatikannya sambil berbaring menyender di ranjang. Matanya berbinar menyaksikan gaya dan aktrasi Tita. Dengan masih bergoyang, Tita mulai membuka kancing bajunya sehingga mencuatlah buah dada montoknya yang terbungkus BH. Sambil terus menggoyangkan pinggulnya meluncurlah celana panjang yang dipakainya, hingga kini Tita hanya mengenakan jilbab, BH dan Celana dalam berwarna pink.
Dalam keadaan setengah bugil itu goyangan Tita semakin seronok dan menggoda. Kedua tangannya meremasi buahdadanya sambil pinggulnya bergoyang maju-mundur. Abi benar-benar terpesona memandang didepan matanya seorang wanita berkontol menari erotis hanya menggunakan BH dan celana dalam wow… dan perlahan batang kontolnya mulai ngaceng.
Tita naik keatas ranjang. Tariannya kini semakin liar. Disorongkannya pangkal pahanya ke muka Abi sambil menurunkan celana dalamnya sedikit, memperlihatkan bulu jembutnya. Abi menanggapi dengan meraba paha Tita dan membelainya. Kini selangkangan Tita tepat dimuka Abi.Dengan tangannya ditariknya kebawah celana dalam Tita dan langsung dijilati rimbunan jembut menghitam yang dibaliknya terdapat lembah yang nikmat. Tita mengangkangkan kedua kakinya sambil sedikit menekuk l
Read more ...